Sunday, April 18, 2010

NGO Islam buat laporan polis terhadap Dr. Asri

KUALA LUMPUR 18 April - Kira-kira 50 orang wakil daripada pertubuhan bukan kerajaan (NGO) Islam hari ini membuat laporan polis terhadap bekas mufti Perlis, Dr. Mohd. Asri Zainul Abidin kerana mengeluarkan artikel berunsur hasutan.

Laporan polis itu dibuat oleh Timbalan Yang Dipertua Yayasan Sofa Negeri Sembilan, Yusri Mohamad di Ibu Pejabat Polis Daerah (IPD) Dang Wangi di sini pada kira-kira pukul 11.30 pagi tadi.

Beliau turut membuat laporan polis terhadap laman web Malaysiakini kerana menyiarkan artikel tersebut yang bertajuk ”Cabaran Gerakan Pembaharuan” bertarikh 4 April lalu.

Yusri berkata, artikel tersebut mengandungi unsur-unsur hasutan yang melanggar Akta Hasutan 1948 kerana didakwa menghina agama Islam dan Institusi Raja-raja Melayu.

"Antara artikelnya (Mohd. Asri) mendakwa sultan-sultan Melayu ketika itu dikuasai oleh Inggeris dan golongan pembaharuan pula gagal mendekati para sultan dan raja kecuali di Perlis,” katanya di sini hari ini.

Beliau berkata, Mohd. Asri juga mendakwa golongan penentang pembaharuan mempunyai kelebihan kerana mereka sanggup menuruti kehendak istana dengan mengadakan doa-doa yang memuja dan memuji sultan dan raja.

"Ini menunjukkan raja-raja Melayu dan istana menolak pembaharuan agama kerana didakwa tunduk kepada penjajah dan diampu oleh ulama-ulama,” katanya.

Yusri berkata, laporan polis itu juga dibuat di seluruh negara oleh NGO Islam yang lain hari ini.

Antara NGO yang hadir ialah Pertubuhan Kebajikan al-Jamiatul Khairiah, Persatuan Alumni Kolej Islam Kelang (ALKIS), Kesatuan Madrasah Islamiyah Malaysia (ITMAM), Pertubuhan Muafakat Sejahtera Masyarakat Malaysia (Muafakat), Persatuan-persatuan Integrasi Muslim Selangor (IMAN) dan Persatuan Sinar Damsyik (Persidam). - Bernama


Ulasan: Ana baru baca artikel tersebut. Well, ana tak kesahlah orang nak laporkan dia ker atau apa. Its non of my business. Tapi apa yang ana baca dalam article ini, banyak yang kalau kita tidak betul-betul faham dan mengetahui sejarah maka kita akan tertipu dengan buku Prof. Hamka tersebut.

Seperti yang sudah pernah saya jelaskan, bahwa Ya Hamka adalah Kaum Muda. Tapi sensasi tentang Hamka tidaklah seperti apa yang Dr. Maza gembar-gemburkan. Mungkin Dr. Maza hanya berpendapat karena dia hanya duduk di Malaysia dan mengetahui dari buku-buku Malaysian version of text book. Atau mungkin sebuah kesimpulan pemikiran yang dibina di Malaysia terhadap sosok Hamka.

Malahan kalau Dr. Maza sudah tinggal dan hidup di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, alangkah terkejutnya dia bahwa Hamka tidaklah begitu seperti yang dianggap oleh orang Malaysia. Hamka adalah seorang sastrawan lebih dari seorang ulama. Kalau saya bandingkan, kitab apa yang dikarang Hamka yang dalam bahasa Arab yang dapat bersaing dengan kitab-kitab yang dikarang oleh banyak ulama Kaum Tua di Indonesia? Semisal Kyai Ihsan Dahlan Jampes, Kediri yang mengarang Siraj al-Thalibin Syarah kepada Minhajul Abidin al-Ghazali sebanyak 2 jilid. Belum lagi kyai yang masih hidup yaitu Syaikhina KH Sahal Mahfudz yang dikenal oleh banyak ulama di timur tengah dan juga benua Eropah sebagai ahli fiqh dan usul fiqh Indonesia. Beliau mengarang banyak kitab seperti Thariqah al-Husul Syarah kepada Ghayat al-Wusul karangan Zakariyya al-Anshari, al-Bayan al-Mulamma' syarah al-Luma', dan lain-lain. Belum lagi al-Turmusi pengarang kitab Mauhibah Dzi al-Fadhl syarah kepada Muqaadimah Hadramiyyah sebanyak 4 jilid tebal dan Manhaj Dzawi Nadhor syarah kepada Nazam Alfiyyah Suyuthi tentang Ulum al-Hadis. Apakah Hamka mampu menandingi ilmu ulama-ulama Jawa dan Kalimantan yang terkenal dengan kaum Tua tapi juga ahli dalam berbagai fan ilmu berikut ilmu hadis seperti KH Hasyim Asy'ari?

Walau bagaimanapun ana tetap menghormati Hamka sebagai seorang sastrawan. Ana suka sekali bahasa dan sastra yang dipakai oleh beliau. Akan tetapi, kalau ana disuruh untuk mengambil pemikiran agama darinya, mungkin banyak yang ana tolak seperti konsep jumud dan taklid buta yang dituduhkan pada Mufti Johor.

Well, sebenarnya adalah tidak beradab kita berkata yang tidak baik pada orang yang sudah meninggal, hanya saja karena ada sebuah petikan yang dinukil dari buku Hamka yang menurut ana perlu dipertikaikan dan tidak diterima langsung oleh kita-kita yang tau sejarah Malaysia:

Kata Hamka: “Bahkan seketika terjadi pertemuan ulama Sumatera-Malaya yang diadakan Jepun pada tahun 1943 di Singapura, sengaja beberapa orang ulama Singapura menemui kami sebelum ke perjumpaan di mulai, menyatakan bahawa sekali-kali jangan dibawa ke mari fahaman-fahaman yang keluar dari Mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah dan keluar dari Mazhab Syafi’i.

Ketika ada kawan-kawan yang nakal memberitahu bahawa saya anak Haji Rasul, mata ulama itu ‘melotot’ serupa biji rambutan melihat saya dan saya pun jadi nekad pula sebagai mana nekadnya ayah saya.

"Takut benar ulama-ulama di sana pada waktu itu bahawa Mazhab Syafi’i akan berubah lantaran Kaum Muda Sumatera atau Muhammadiyyah di Jawa…alangkah sempitnya, perkara pakaian pun mereka kaitkan dengan mempertahankan berfikir dalam satu mazhab…tidak hairan, sebab feudalisme raja-raja di sana sebagai raja Islam, bersandar kepada ulama kolot yang mengutamakan taklid kepada ulama supaya rakyat taat kepada ulama, ertinya kepada raja, erti kepada Inggeris!” (Prof Hamka, Ayahku, m.s. 162, Selangor: Pustaka Dini 2007)."

Dari sini kita faham bahwa Hamka memang membawa pemahaman Kaum Muda. Entah mereka enggan dipanggil dengan Wahabi atau lainnya, tapi seperti berkali-kali ana katakan, nama itu tidak penting. Yang penting adalah substansi dari ajarannya. Kalau ternyata Hamka benar-benar mengharamkan orang berdoa di makam dengan cara istighazah atau tawassul, atau membuat kenduri arwah dan dihadiahkan bacaan tahlil dan qur'an kepada Arwah, lalu menafikan bahwa ini perkara khilaf yang tidak boleh diinkari, maka saya katakan Hamka mungkin benar berfikiran mirip golongan yang sering disebut Wahabi (walaupun mungkin nama ini tidak penting tapi substansi dari ajaran yang penting).

Mungkin ketika itu benar kaum tua mengalami sedikit kelemahan yaitu masih belum terbiasa keluar dari mazhab Syafi'i. Tapi perlu diketahui bahwa itu tidak lain karena kondisi yang masih belum ada sarana yang cukup dalam berakademisi. Akan tetapi, golongan yang memiliki identitas sama dengan kaum tua sudah naik maju dan jauh lebih maju dari kaum muda. ini terbukti seperti apa yang dikatakan oleh Ketua Muhammadiyyah sendiri yaitu Din Syamsuddin bahwa Muhammadiyyah sudah kehabisan Ulama. Justru dari kalangan pesantren traditional banyak yang bukan saja Jago membaca kitab dan menghafalnya, tapi juga sudah mengarang dan masuk dalam dunia akademik modern. Maka kaum tua tidak kolot seperti yang disangka oleh banyak orang.

Apalagi masalah-masalah seperti bid'ah, khurafat, syirik dan lain-lain yang sering dilontarkan oleh orang kaum muda kepada orang kaum tua sebagai punca kesesatan dan kemunduruan/kejumudan adalah tidak benar. Sekarang terbukti banyak hujjah-hujjah ilmiah yang sudah dikodefikasi untuk memperjelas isu-isu yang basi ini. Hanya saja mungkin ketika itu tidak ada ulama yang hendak berusaha mengcounter dengan cara yang lebih ilmiah seperti yang sudah dilakukan sekarang oleh banyak ulama, dan salah satunya Mufti Mesir sendiri yaitu Dr. Ali Jum'ah. Yang saya maksud ilmiah di sini bukan saja dari segi naql pendapat ulama tapi juga berasal dari dalil nash al-Qur'an dan Sunnah seperti yang sering menjadi slogan pro Dr. Maza sendiri. Andaikan saja ketika ini Prof. Hamka masih hidup, temen saya mengatakan pasti Hamka masuk Nahdlatul Ulama dengan disertai ketawa canda oleh temen saya.

Untuk masalah tuduhan sultan-sultan patuh pada Inggris. ini memerlukan kajian yang mendalam tentang sejarah. Kita tidak boleh menuduh sembarangan. Saya masih sangat menolak pendapat sebagian Orang Indonesia sendiri yang berpendapat bahwa Malaysia merdeka karena diberi atau hadiah dari Inggris. Pemikiran ini adalah salah karena kita merdeka disebabkan oleh usaha Tunku Abdul Rahman untuk bernegosiasi di London sebagai akibat dari konsep Malayan Union. Dr Maza harus tahu, bahwa persangkaan sultan-sultan melayu merupakan antek (kuncu) kepada British adalah sebuah pemikiran yang banyak terdapat di kalangan nasionalis Indonesia. Ini adalah akibat dari seruan Sukarno ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Sukarno menuduh bahwa Malaysia tidak lain adalah sebuah kerajaan yang menjadi bayang-bayang atau puppet bagi British di Asia Tenggara. Bagaimana mungkin Malaysia sebagai Puppet British? Apakah kita masih ingin menggunakan sindirian-sindiran sentimental dan emotional ini untuk menarik perhatian orang awam? (Baca: Rosihan Anwar dan Ramlah Adam).

Yang saya harapkan dari pembaca di tanah air, agar menjadi lebih dewasa dan tidak terlalu hanyut dengan hiasan kata-kata dalam sebuah penulisan. Hanya karena kata-kata dan sebuah retorika yang didengar seperti ilmiah dan original janganlah dapat memunculkan sebuah kesimpulan. Memang pena dapat menjadi lebih tajam dari pedang. Tapi akal cerdas dan ilmu yang cukup dapat membedakan antara yang batil dan yang hak. Salah satu saja tidak boleh. Cerdas tidak tanpa ilmu akan membawa pada pemikiran yang tidak tertuntun (liar). Ilmu tanpa kebijakan dapat menyebabkan kesalahfahaman. Jangan hanya karena sebuah kata-kata dihiasi dengan slogan al-Qur'an dan Sunnah kita memvonis bahwa itu saja yang benar. Padahal slogan belum tentu benar-benar sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah. Karena sekali lagi, nama/slogan bukan menentukan. Hanya substansi yang dapat memisahkan.

3 comments:

akitiano said...

ada seorang kawan yang datang mengadu pada saya bahwa apa yang dilakukan NGO ini ditentang oleh banyak intelektual dalam dan luar negara. Mereka memberi alasan bahwa NGO ini terlalu mengedepankan emotional dibandingkan ilmiah itu sendiri. Hujjah mereka adalah sebuah petikan yang dinukil dari web site Dr Maza, yaitu ucapan seorang pensyarah (dosen) di University di UK:

"Maszlee Malik: Pelik melihat intelek seperti Yusri telah menjadi emosional dan tidak mampu berhujah secara rasional setelah menjadi pengikut Syeikh Tarikat. Bab gunakan kuasa kerajaan untuk menindas pihak yang tidak sehaluan biarlah orang-orang yang bukan ilmuwan buat, tapi jikalau intelek pun telah bermain… dengan rentak orang jalanan… agak mengecewakan. Ke mana perginya golongan Tarikat sewaktu ada pihak yang dengan terang membawa agen Zionis ke Malaysia? apakah itu tidak membahayakan agama? mengapa tiada laporan polis?"

Malah menurut saya, pernyataan ini justru sangat emotional. Karena beliau sendiri mengkritik Yusri dengan latar belakang Yusri yaitu sebagai pengikut tarikat, bukan alasan Yusri CS melaporkan DRMAZA di Kantor Polisi. Dan dari awal saya sangat heran mengapa golongan-golongan DrMAZA CS terlalu membenci orang-orang tarikat? Secara ilmiah sudah berkali-kali kami memberi hujjah terhadap semua amalan kami. Dan tetap seperti sifat emotional DRMAZA dan si pensyarah menyatakan kami2 yang termasuk dalam golongan tarikat sebagai sesat, malah kadang sebagai pengamal syirik yang bisa masuk neraka atau murtad sekali pun. Tidakkah itu terlalu emotional?

Saya lebih suka bersikap bahwa selagi itu khilaf, so what. Dan masalah tabarruk, sudah berkali-kali kita keluarkan hujjah dari segi dalil nash maupun aqli yang didukung oleh ulama. Dan mereka tidak lain masih mempertikaikannya dengan alasan hadis ini daif atau itu taqlid buta yang membuat kita jumud? aneh sekali...aneh..

Dan satu perkara yang menggelakkan saya adalah urusan laporan masalah DRMAZA apa hubungannya dengan Zionis? ini namanya mencounter dengan menilai selain dari topik perdebatan. ini bukanlah adab berjadal. Apakah benar ketika kita membahas misalnya hukum qunut di subuh lalu golongan Syafi'i traditional di counter dengan kata "ala kamu sudahla pakai azimat, ini nak berhujjah dengan hadis dalam hal qunut?"...ini namanya mengambil masalah lain dimasukkan dalam jadal ttg hal yang lain. Ini bukanlah adab yang benar.

fadz said...

aku dah tahap bo layan dah dengan deme... jgn deme tahan aku bertahlil, baca fatihah utk arwah sudah..

Anonymous said...

org dah tak nak dgr kata DrMaza pun sebenarnya..