Catatan seorang pengembara ilmu, pecinta ilmu, pejuang ilmu, dan dengan ilmu ku kembali kepada-Nya. MOTO: Hidup untuk Berfikir, Berfikir untuk Hidup!
Sunday, February 1, 2009
Bahtsu al-Masail Forum Musyawarah Pesantren di Pare...
Semua kayak asyik dengar keterangan aja.....baca kitab kok bingung?? wong kita cuma memindah qaul aja...gak ijtihad loh..
Ah!!!...udah jam 1 pagi, kok belum ketemu kata sepakat...begitu laa musyawarah...sampe ngantuk!!
Hasil Bahtsu:
1. Kotoran ikan
Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat sama mengkonsumsi ikan laut yang belum dibersihkan kotorannya karena ada faham bahwa itu termasuk najis ma’fu dengan mengikuti keterangan dalam kitab fath al-mu’in:
"لكن ذكر الشيخان جواز أكل الصغير مع ما في جوفه لعسر تنقية ما فيه" <هامش إعانة الطالبين الجزء 1 ص 91>
Pertanyaan
a. Apabila ikan laut tersebut (السمك) itu mengenai badan, pakaian, atau tempat; apakah masih dihukumi najis ma’fu juga, seperti halnya memakannya (أكله)?
b. Bila seseorang makan ikan tersebut akan menjalankan sholat, apakah wajib mensucikan mulut dan kedua tangannya?
(Pon Pes Darul Falah, Kandangan)
Jawaban
a. Kotoran ikan yang kecil kalau dikaitkan dengan badan, pakaian, atau tempat, itu tidak dapat dihukumi ma’fu.
Catatan:
Menurut sebuah qaul yang didukung oleh Ibn Hajar, Ibn Ziyad, Imam Ramli, dan lainnya itu menetapkan bahwa kotoran ikan yang kecil adalah suci sehingga tidak menajiskan lainnya.
b. Tidak perlu dicuci mulut dan kedua tangannya.
R E F E R E N S I
01 al-Ashbah wa al-Nadha’ir hal. 432 02 Hasyiah al-Bujairami ala al-Khathib vol.4 hal. 324 03 al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah vol.1 hal. 167 04 Bughyah al-Mustarsyidin hal. 15
2. Golput pemilu
Seiring akan bergulirnya pemilu legislatif yang akan dilaksanakan 2009, banyak wacana-wacana yang berkembang salah satunya adalah Golput (ra milih rek). Dengan alasan sering terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di kalangan legislatif yang sehingga kepercayaan terhadap wakil-wakil rakyat itu terkesan berkurang bahkan bahkan bisa dibilang hilang. Wacana tersebut makin komplit dengan munculnya seorang tokoh yang menyerukan masyarakat bahwa dalam pemilu mendatang untuk tidak menyoblos (Golput).
Pertanyaan
a. Dalam pandangan fiqh bagaimana hukumnya Golput dalam pemilu legislatif atau pemilu yang lain?
b. Berdosakah orang yang menyerukan Golput dan orang Golput dengan alasan seperti diskripsi di atas?
(Pon Pes Hidayatus Sholihin, Jatirejo)
Jawaban
a. Boleh menjadi GOLPUT (golongan putih) apabila orang tersebut memiliki dzann (prasangka) bahwa pemilu itu tetap terlaksana dengan pelaksanaan orang lain yang sudah mencukupi.
R E F E R E N S I
01 al-Ahkam al-Sulthaniyyah hal. 5 03 al-Bahr al-Muhith vol.1 hal. 326
02 Sab’ah Kutub Mufidah hal. 12 04 al-Bahr al-Muhith vol.1 hal. 322
b. Menyerukan GOLPUT itu haram karena termasuk mengajak untuk meninggalkan sesuatu yang fardhu kifayah.
R E F E R E N S I
01 Is’ad al-Rafiq vol.2 hal. 93
3. Sawah kapitalis
Ada seorang petani namanya pak Amir yang mempunyai sebidang tanah, dan tanah tersebut disewa oleh pak Hamid, dengan perjanjian pupuk & benih ditanggung bersama. Namun setelah panen, pak Amir mengambil 2 bagian; yaitu 1: dari hasil panen sebelum dibagi; dan 2: dari sisa panen yang masih ada, yang mana dibagi berdua (pak Amir dan pak Hamid).
Catatan
1. Pak Amir mengambil bagian yang pertama tanpa ada perjanjian sebelumnya.
2. Contoh bagian 1 yang diambil adalah 2 Kwintal dari 1 Ton.
Pertanyaan
a. Dinamakan akad apakah seperti kejadian di atas?
b. Bagaimana hukumnya 2 bagian yang diambil pak Amir tersebut?
(Pon Pes al-Miftah, Biro Puncu)
Jawaban
a. Transaksi di atas itu dinamakan akad mukhabarah dan muzara’ah yang mana hukumnya khilaf antara ulama. Menurut Imam Nawawi dan lainnya, akad tersebut hukumnya adalah sah.
R E F E R E N S I
01 al-Hawi al-Kabir vo. 9 hal. 287 02 al-Tausyih ala Ibn Qasim hal. 196
03 Hasyiah al-Bujairami ala al-Khathib vol.9 hal. 29
b. Menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa akad mukhabarah dan muzara’ah adalah batal, maka pengambilan dua bagian itu hukumnya batal. Sedangkan menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa akad mukhabarah dan muzara’ah tersebut dihukumi sah. Maka hukum mengambil bagian tersebut hukumnya haram karena pembagian tidak sesuai dengan kesepakatan di depan.
R E F E R E N S I
01 al-Zawajir vol.1 hal. 383 03 Bughyah al-Mustarsyidin hal. 123
02 al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah vol.1 hal. 162
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment