Makalah ini dibentangkan pada acara:
Sarasehan dan Rakor PCINU Belanda
16-19 Januari 2015 di Masjid Al Hikmah Den
Haag
Globalisasi Islam
Nusantara: Menggagas Peran Dispora Muslim Indonesia di Kancah Internasional
Muqaddimah
Islam
sudah tersebar di seluruh alam tanpa terkecuali. Sedangkan Nusantara, atau
dikenal dengan istilah Alam Melayu atau Asia Tenggara, sudah mengenal Islam
sejak abad ke 3 Hijriyah (10 Masehi).
Ada yang berpendapat pada
1 Hijriyah (7 Masehi) sesuai dengan ketetapan Muktamar Sufi yang diadakan pada
tahun 1960M di kota Pekalongan, Indonesia.
Kemasukan
Islam ke tanah Nusantara berbeza dengan negara Arab lainnya, yaitu dengan cara
aman dan damai, tanpa ada perang dan pertumpahan darah, bahkan ia masuk melalui
cara akhlak, budaya, pendekatan politik kesultanan, para dakwah sufi dan wali,
dan para pedagang.
Sejak
itu, Islam di Nusantara sudah memiliki ciri khas, yang semuanya tertuang di
dalam sebuah
Non Government Organization (NGO) Islam terbesar dunia
yaitu Nadhlatul Ulama (NU). Ciri tersebut adalah berakidah sesuai dengan mazhab
Asy'ari dan Maturidi, ber
fiqh Syafi'I selain tetap mengaku 3 mazhab yang
lain yaitu Hanafi, Maliki dan Hanbali, serta bertasawufkan dengan manhaj Imam
al-Junayd al-Baghd~d‚ dan al-Ghaz~l‚.
Selain dari asas ini, NU
sejak dahulu sampai sekarang juga memiliki 3 ciri-ciri asas pegangan
bermasyarakat yaitu
al-Tawassu\,
al-Tas~muˆ,
al-Taw~zun.
Walaubagaimanapun,
perbezaan cara masuknya Islam dan ciri khas tersebut tidak menjauhkan praktek
amalan atau tradisi NU bahkan umat Islam di Nusantara secara keseluruhannya
dengan tradisi yang wujud di negara Arab, dalam hal ini, penulis ingin
mengenalkan sebuah geografis Islam yang dianggap sebagai istilah baru bagi
peneliti-peneliti di Nusantara yaitu Barat Islam.
Istilah
Barat Islam adalah sebuah rangkaian daerah mulai dari Libya, Tunisia, Algeria,
Maroko, Maurintania, Andalus (sebelum kejatuhannya), Sudan, Mali (Timbuktu),
dan sekitarnya. Daerah inilah yang dahulunya dikuasai oleh Kerajaan Idr‚siyyah,
Almoravids, Almohad, dan sekarang Kerajaan `Alawiyyin di Maroko.
Sedangkan istilah yang dikenal
oleh ulama dahulu adalah "
al-Maghrib al-|Aq‰~", dan Nusantara
pula adalah "
al-Mashriq al-|Aq‰~";
juga kadang-kadang "
al-J~w‚"
.
Di
Barat Islam, asas pegangan Islam mereka adalah hampir sama dengan umat Islam di
Nusantara, yaitu berakidah Asy'ari. Akan tetapi secara
fiqhnya mereka
berpegang pada mazhab Maliki, dan dalam tasawuf pula hanya kepada Imam
al-Junayd al-Baghd~d‚.
Secara tradisi pula,
banyak amalan-amalan yang hampir sama, bahkan sama dengan tradisi umat Islam di
Nusantara.
Bahkan,
salah seorang kyai karismatis NU yang bernama KH Maimun Zubair, Pengasuh Pondok
Pesantren al-Anwar, Sarang, Jawa Tengah pernah berkata di dalam sebuah ceramah
beliau di Universiti Ibn œufayl, Kenitra, Maroko pada 15 September 2011:
[Sesungguhnya kenapa aku memilih Maroko sebagai tempat untuk aku ziarahi adalah
kerana ilmu pertama yang masuk ke dalam hati aku adalah ilmu ulama Maroko,
yaitu kitab al-|>jurƒmiyyah]. Ini jelas menunjukkan tradisi pesantren di
Nusantara sangat erat hubungannya dengan tradisi ilmiah di Barat Islam.
Ini
jelas menunjukkan bahawa kata-kata sebahagian orang awam yang menganut fahaman
Islam modernis
dan kadang mengklaim penganut Islam versi Salaf al-Sholeh bahawa "Islam
versi Nusantara atau amalan NU khusus memiliki banyak unsur bid'ah, bahkan
tidak diamalkan di tanah Arab kecuali di Nusantara yang dahulunya dihuni oleh
kaum Hindu dan Budha, akhirnya ketika Islam masuk, amalan-amalan ini diracik
menjadi amalan berbungkus Islam seperti acara tahlil".
Padahal, amalan-amalan
umat Islam yang sudah membudaya di Nusantara seperti tahlil, mauludan, dan
lain-lain juga diamalkan di negara-negara Arab, bahkan daerah yang belum pernah
masuk agama Hindu atau Budha seperti Barat Islam.
Melihat
jauhnya geografis antara Nusantara dan Barat Islam adalah jauh ke timur dan
jauh ke barat, maka sudah selayaknya untuk dicari persamaan dan hubungan antara
kedua benua yang berbeza ini dari sisi Tradisi Umat Islam: Studi Komparatif
Nusantara dan Barat Islam.
Demi
mencapai pembahasan yang tuntas dan ilmiah, maka pembahasan yang akan dibahas
adalah dibagi kepada sub-sub sebagai berikut:
1.
Amalan Ibadah;
2.
Bertasawuf dan bertarikat;
3.
Adat Masyarakat.
Amalan Ibadah
Seperti
yang telah disebukan di atas, mazhab di Nusantara adalah Syafi'I, sedangkan di
Barat Islam adalah Maliki. Seharusnya sunah-sunah solat dan lain-lain jauh
berbeda. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang sama atau hampir sama dan
wajib untuk dikaji.
1. Dal~`il
al-Khayr~t
Kitab
ini adalah sebuah kitab karangan ulama Maroko murni, yaitu Shaikh Muˆammad bin
Sulaym~n al-Jazƒl‚ (w. 870 H/1465 M). Ia merupakan rangkaian selawat kepada
Nabi Muhammad SAW yang disertai dengan doa, disusun mengikut hari. Kitab ini di
Indonesia dibaca hampir di seluruh pesantren di Indonesia. Bahkan di Pekalongan
terdapat sebuah tradisi membaca dal~|il al-Khayr~t oleh penduduk kampung
setiap hari setelah solat Asar berjamaah.
Di
Maroko pula, ia jelas merupakan pegangan penduduk Barat Islam sejak
terkarangnya kitab ini. Bahkan madrasah yang menjadikan tempat untuk menulis
kitab ini oleh Imam al-Jazƒl‚, yaitu Madrasah al-Saf~r‚n‚ masih wujud di kota
Fes.
Pembacaan
kitab ini memiliki hujjah yang kuat di dalam Islam. Selain ia merupakan selawat
yang jelas-jelas mendapat pahala membacanya berpegang pada ayat:
ﭽ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ
ﭹ ﭺ
ﭻ ﭼ
ﭽ ﭾ
ﭿ ﭼ
. Selain dari itu, ada beberapa ulama yang
sudah mengarang berbagai kitab yang mensyarahkan kitab ini serta meletakkan
hujjah-hujjah tambahan untuk membela kesahihan beramal dengan kitab
dal~|il al-Khayr~t
ini; misalnya: Kitab "
مطالع المسرات" oleh Muˆammad al-Mahd‚ al-F~s‚ (w. 1109 H/1698 M).
Dari
sisi melazimkan untuk membacanya di kalangan umat Islam Nusantara dan Barat
Islam, ia berlandaskan dari sebuah hadis Nabi Muhammad SAW: [
أحب الأعمال
إلى الله أدومها وإن قلّ]
(Terjemahan: Sebaik-baik
amalan di sisi Allah adalah yang senantiasa dilakukan walaupun sedikit). Imam
Ibn Hajar al-`Asqal~n‚ (w. 852 H/1449 M) telah mengomentari hadis tersebut
dengan menyatakan bahawa ia termasuk amalan yang kurang bagus (
مفضول)
ketika diamalkan secara konsisten adalah lebih bagus dari mengamalkan sebuah
amalan yang lebih afdal (
أفضل) akan tetapi tidak konsisten.
2- Rangkaian
Selawat Gubahan Ulama Barat Islam
Ulama
Barat Islam juga tidak berhenti mengarang berbagai selawat-selawat pendek untuk
diamalkan. Tidak sedikit dari selawat ini menjadi amalan umat Islam di
Nusantara sehingga detik ini. Misalnya Selawat yang dikarang Shaikh `Abd
al-Sal~m Ibn Mash‚sh (w. 622 H/1207 M). Selawat ini telah menjadi wirid tetap
di berbagai pesantren di Indonesia, semisal Pondok Pesantren al-Zain, Ciampea,
Bogor yang diasuh oleh Shaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari; Pondok
Pesantren Dar al-Tauhid, Kedungsari, Purworejo yang diasuh oleh KH Thoifur
Mawardi.
Selawat
yang terkenal di Nusantara bahkan dunia seluruhnya lagi adalah Selawat N~riyyah
yang dikarang oleh Shaikh `Ibr~h‚m bin Muˆammad bin `Al‚ al-T~z‚ (w. 866 H),
yang berasal dari T~zah, Maroko. Selawat ini sangat terkenal karena mengandung
tawassul
dengan Nabi Muhammad SAW.
Bahkan di Maroko, ketika
ada hajat, maka selawat ini senantiasa dibacakan.
Salah
satu selawat yang terkenal di Nusantara ketika membaca tahlil, yang sebenarnya
sangat terkenal di Barat Islam, terutamanya ketika selesai solat dan doa
bersama adalah sebuah selawat yang terkenal dinisbahkan kepada Imam Syafi'I RA.
Lafaz selawat tersebut adalah: "
اللهم صل أفضل صلاة على
أسعد مخلوقاتك سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما
ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون".
Mengapa selawat ini
dinisbahkan kepada Imam Syafi'I RA adalah karena ia disebut oleh Imam Syafi'I
di dalam muqaddimah kitabnya yang berjudul al-Ris~lah.
Walaupun ada sedikit
redaksi yang berbeda, ia tetap tidak merubah essensi selawat tersebut.
Terdapat
lagi beberapa selawat yang terkenal di kedua benua yang berjauhan tersebut,
akan tetapi memandangkan pembahasan masih perlu diperpanjang dengan membahas isu-isu
penting lainnya, maka sampai sini sajalah pembahasan ini.
3- Meletakkan
Sayyidina pada Nama Rasulullah SAW
Salah
satu ciri khas adat umat Islam yang bermazhab Syafi'I, adalah disunnatkan menambah
laqab "Sayyidina" pada nama Nabi Muhammad SAW sebagai
ta|adduban,
sama ada di dalam
taˆiyyat akhir atau selainnya. Ini disebabkan ia
merupakan pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi'I untuk melakukan hal tersebut
seperti yang disebut oleh Shaikh Muˆammad MaˆfƒŒ al-Tarmas‚ (w.
1920 M).
Ciri
khas ini diikuti oleh penduduk muslim di Barat Islam, bahkan mereka menggunakan
fatwa tersebut untuk meletakkan
laqab "Sayyidina" dalam azan
dan iqamah sekalipun. Salah seorang
al-™~fiŒ Maroko yang bernama Aˆmad
bin Muˆammad bin al-^idd‚q al-Ghum~r‚ (w. 1960 M) mengarang kitab khusus dalam
hal ini untuk mengukuhkan pendapat mazhab Syafi'I, sehingga tersebarlah di
berbagai daerah di Maroko, umat Islam mengumandangkan
laqab
"Sayyidina" sebelum nama junjungan Nabi Muhammad SAW.
4- Membaca
al-Qur'an Berjamaah
Di
Nusantara, sebuah rutinitas masyarakat NU adalah membaca al-Qur'an atau
surah-surah penting seperti Y~s‚n, al-Khafi, dan lain-lain secara
berjamaah (bersama-sama). Budaya ini berlaku pada berbagai situasi, sama ada
pada malam-malam penting seperti malam Jumaat, pada hari kejadian seperti
wafatnya seseorang dan lain-lain.
Bagi
masyarakat Nusantara, ia bukan menjadi masalah kerana Imam Nawawi dari mazhab
Syafi'I sendiri telah menegaskan bahawa ia adalah sunnat,
bahkan berasal dari hadis
Nabi Muhammad SAW: [
ما اجتمع قوم فى بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله
ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة]
(Terjemahan: Tidak akan kumpul sebuah kaum di dalam rumah dari rumah-rumah
Allah sambil membaca kitab Allah dan bertadarus di antara mereka kecuali Allah
menurunkan kepada mereka ketenangan).
Berbeza
dengan Barat Islam, karena mereka bermazhab Maliki. Sedangkan mazhab Maliki,
hukum membaca al-Qur'an berjamaah adalah makruh seperti yang diriwayatkan Imam
Abƒ |Isˆ~q al-Sh~\ib‚ (w. 790 H) dari Imam Malik (w. 179 H).
Maka sepatutnya, amalan
membaca al-Qur'an berjamaah tidak berlaku di Barat Islam.
Akan
tetapi, pada zahirnya berbeza. Umat Islam di Barat Islam memiliki adat yang
sudah berkurun, yaitu membaca al-Qur'an berjamaah sama ada di masjid setelah
solat Maghrib, atau di pesantren-pesantren traditional (
المدرسة العتيقة)
pada setelah Subuh, atau ketika acara pesta perkahwinan dan juga ziarah takziah
kewafatan (
besuk).
Demi mengukuhkan amalan
ini yang telah membantu santri-santri Maroko menghafal al-Qur'an dan mengulang
hafalannya dengan baik, maka Majlis Ilmi Kerajaan Maroko (seperti badan fatwa
rasmi negara) telah mengeluarkan sebuah kitab membela amalan ini dari
fitnah-fitnah kelompok yang tidak suka dengan istilah
bid`ah ˆasanah.
Kitab itu berjudul "
القراءة الجماعية والحزب الراتب في المغرب"
yang disusun oleh Dr. `Abd al-H~d‚ i-™am‚tƒ.
5- Tahlil dan Menghadiahkan
Pahala kepada Mayyit
Isu
menghadiahkan pahala bacaan al-Qur'an atau tahlil kepada mayyit adalah sebuah
amalan yang telah dilakukan oleh umat Islam sejak dahulu hingga sekarang,
bahkan di hujung Timur sampailah hujung Barat. Hujjah untuk mendukung amalan
ini sangat banyak.
Di
Indonesia adalah biasa dengan mengadakan acara tahlilan. Sedangkan di Barat
Islam juga adat ini biasa. Ada yang membaca
Yasin seperti lazimnya di
Nusantara, ada yang memilih untuk membaca surah
al-|Ins~n. Ada yang
berjamaah, ada juga yang tidak. Malah ulama Maroko yang terkenal sebagai
penutup para
fuqah~| Maghribi yaitu Sidi Muˆammad al-Mahdi bin Muˆammad
al-™assan‚ al-Wazz~n‚ al-F~s‚ (w. 1342 H) berpendapat bahawa pembacaan tahlil
sama ada berjamaah atau sendirian ia adalah merupakan syafa'at kepada mayyit
tersebut, maka syafa'at jelas diterima secara syarak. Maka tahlil yang
dibacakan kepada jenazah tersebut adalah menempati tempatnya sedekah dan doa
kepada mayyit.
Pembahasan
tradisi amalan dalam Ibadah tentunya pembahasan yang sangat panjang. Kalau
ingin disenaraikan semua amalan tersebut, nescaya tidak cukuplah pada
kesempatan yang sempit ini. Semoga 5 isu penting ini sudah dapat memberi
gambaran global kepada pembaca agar keraguan yang melanda pada hati umat Islam
di Nusantara dapat segera hilang.
Bertasawuf Dan Bertarikat
Tarikat
tasawuf dan ilmu tasawuf itu sendiri telah banyak menyumbang umat Islam di
Nusantara, juga di Barat Islam. Di Nusantara khususnya, Islam masuk dengan
pendekatan sufi dan tasawuf. Misalnya, Shaikh Abdullah Arif (pendakwah sekitar
tahun 567 H/1177 M di Acheh Sumatra) adalah murid kepada Shaikh Abd al-Q~dir
al-Jayl~n‚ RA, maka sudah tentunya beliau membawa Tarikat Q~diriyyah. Bahkan,
beliau juga adalah pengarang kitab tasawuf pertama di Nusantara yang berjudul
"Baˆru al-L~hƒt".
Belum
lagi kalau ditinjau, Shaikh ™amzah al-Fansƒri (w. s. 1016 H/1607 M) seorang
ulama sufi Melayu yang menganut Tarikat Q~diriyyah.
Shaikh Abd al-Rauf Sinkil
(w. 1105 H/1693 M) yang telah menyebarkan Tarikat Sha\~riyyah di Nusantara
sehingga menjadi tarikat terbesar sebelum datangnya Tarikat Q~diriyyah wa
Naqshabandiyyah (TQN) yang dibawa dan digabungkan oleh Shaikh Aˆmad Kha\‚b bin `Abd
al-Ghaff~r al-Samb~s‚ (w. 1289 H/1872 M).
Bahkan
untuk mengomodasi semua tarikat-tarikat tersebut dan menjaga amalannya agar
tidak sampai tersesat ke ajaran Kebatinan atau Kejawen, maka Nahdlatul
Ulama (NU) telah membuat sebuah organisasi besar yang memayung semua tarikat
yang muktabar. Organisasi ini adalah Jam`iyyah Abli al-œar‚qah al-^ƒfiyyah
al-Mu`tabarah al-Nah‡iyyah yang di pimpin oleh Habib Luthfi, Pekalongan.
Ini
berbeda dengan Barat Islam yang justru pusat tumbuhnya tarikat sufi, sejak
dahulu lagi. Bahkan tarikat yang diasaskan di sana justru berhasil menduniya.
Siapa tidak kenal Shaikh `Abd al-Sal~m Ibn Mash‚sh (w. 622 H/1207 M) guru
kepada pengasas Tarikat Sh~dhiliyyah yaitu Abƒ al-™assan al-Sh~dhil‚ (w. 656
H/1258 M). Belum lagi tarikat-tarikat lainnya yang tersebar di seluruh dunia bahkan
sampai ke hujung Timur yaitu Nusantara.
1- Tarikat
Sh~dhiliyyah
Tarikat
yang dipelopori oleh Abƒ al-™assan al-Sh~dhil‚ ini tidak hanya tersebar di Barat Islam, bahkan ia terkenal di Indonesia
dan serata Nusantara. Di Nusantara, tarikat ini dibawa oleh Shaikh Wan D~wud
al-Fa\~n‚ (w. 1847 M), ulama terkenal dari Selatan Thailand, Pattani dan
mengajar di Masjid al-Haram, Mekkah. Selain itu, ia dikembangkan oleh Tuan Guru
Abd al-^amad bin Abdillah Pulau Condong (w. 1874 M), di daerah Kelantan,
Malaysia.
Tarikat
ini juga tersebar melalui wiridnya yang terkenal yaitu Hizib Baˆr, dan Hizib
al-Kab‚r. Sedangkan ilmu tasawuf yang dibawa melalui tarikat ini adalah kitab
al-™ikam al-`A\~|iyyah yang terkenal.
2- Tarikat Aˆmadiyyah
Tarikat
ini dipelopori oleh Sidi Aˆmad bin Idr‚s (w. 1837 M) yang berasal dari Fes,
Maroko. Beliau adalah keturunan Rasulullah SAW melalui jalur Sayyidina ™assan
RA. Tarikat ini tersebar luas di Nusantara, Malaysia khususnya.
Pada
akhir-akhir ini, tarikat ini tersebar di Malaysia dan Riau, Indonesia melalui
cabangnya yaitu Tarikat Sanƒsiyyah yang dibawa oleh seorang pendakwah Malaysia
yang bernama Shaikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin. Beliau membuka sebuah yayasan
pendidikan Islam dari teka sampai perguruan tinggi dengan nama Sofa Education
Group. Institusi beliau terdapat di berbagai daerah di Malaysia, juga di Riau,
Indonesia.
Sofa
Education Group adalah sebuah institusi yang terkenal dalam menyebarkan Ahli
Sunnah Wal Jamaah di Malaysia dan Nusantara secara umumnya, selain membela keluarga
besar Ahli Sunnah Wal Jamaah dari serangan musuhnya.
3- Tarikat
Tij~niyyah
Ini
adalah sebuah tarikat yang dipelopori oleh Sidi Aˆmad al-Tij~n‚ (w. 1815) di
kota Fes. Tarikat ini adalah termasuk tarikat terbesar di seluruh dunia,
terutama di benua Afrika.
Sedangkan
di Nusantara, tarikat ini tersebar di Indonesia. Ia juga telah diakui oleh
Jam`iyyah
Abli al-œar‚qah al-^ƒfiyyah al-Mu`tabarah al-Nah‡iyyah sebagai tarikat yang
muktabar dan boleh diamalkan oleh warga NU sesuai dengan
Hasil Keputusan Muktamar NU ke-3 di Surabaya pada tanggal 28
September 1928.
Ini
adalah beberapa tarikat dari Barat Islam yang sangat berpengaruh di Nusantara,
terutamanya warga Nahdlatul Ulama di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan ada
tarikat-tarikat lain yang sudah memiliki pengikut di Nusantara, semisal Tarikat
Bƒdsh‚shiyyah Q~diriyyah dari Maroko, yang sekarang dipimpin oleh Shaikh Sidi
™amzah bin al-`Abb~s yang berumur 92 tahun. Tarikat ini memiliki pengikut
beratus ribu orang dari seluruh dunia.
Adat Masyarakat
Sedangkan
budaya dan adat masyarakat, ternayata terdapat beberapa persamaan yang tidak
dapat ditolak lagi.
1- Selamatan
Kematian (Kenduri Arwah)
Adat
ini yang selalu dijadikan wacana untuk menolak amalan NU yang kononnya
bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Padahal ulama sudah lama membahas
isu ini dan menjawabnya. Ini berdasarkan sebuah hadis tentang ada perempuan
yang ditinggal mati keluarganya, lalu mengundang Rasulullah SAW ke rumah duka,
setelah dikuburkan jenazahnya. Lalu dihidangkan makanan untuk Rasulullah SAW
dan para sahabatnya, dan mereka memakannya.
Berdasarkan ini, Shaikh Muˆammad
bin Muˆammad al-Kh~dim‚ (w. 1763 M) menyatakan bolehnya bagi ahli keluarga
untuk menghidang makanan dan mengajak manusia untuk berkumpul di rumah duka.
Di
Barat Islam pula, budaya selamatan kematian adalah sebuah adat yang wajar
dilakukan. Banyak sekali keluarga yang kehilangan, menerima tamu takziah, dan
menyediakan makan dengan niat sedekah untuk dihadiahkan pahalanya kepada si
mayyit. Tradisi ini dikenal dengan istilah "
عشاء
الوالدين".
Mantan Mufti Saudi Arabia, Shaikh `Abd al-`Az‚z bin B~z RH (w. 1999 M) telah
mengeluarkan fatwa akan diperbolehkannya amalan ini.
Perkara ini diperbolehkan
walaupun dengan mengadakan majlis takziah khusus untuk si mayyit pada hari-hari
duka seperti 3 hari pertama, maka dibenarkan untuk menumpang di rumah tersebut
bagi keluarga yang agak jauh, selagi tidak mengambil dari harta warisan anak
yang masih kecil, kerana ini akan masuk dalam keharaman makan harta anak yatim.
Tentunya kalau mayyit yang mewasiatkan sebanyak kurang dari 1/3 harta waris,
maka tidak menjadi masalah. Shaikh `Abd al-`Az‚z bin B~z RH juga termasuk yang
mengeluarkan fatwa ini.
Seorang
ulama berwibawa dari Nusantara, Imam Nawaw‚ Banten (w. 1897 M) berpendapat
bahawa bersedekah untuk dihadiahkan kepada mayyit adalah dituntut syariat. Ia tidak terkait sebanyak 7 hari, atau lebih
atau kurang. Bahkan menurut beliau, menetapkan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000
hari hanyalah adat yang boleh dilakukan sebagaimana yang difatwakan Shaikh
Sayyid Aˆmad Daˆl~n (w. 1886 M). Maka tidak ada masalah juga membuat acara haul
memperingati kewafatan seseorang pada setiap tahunnya.
2- Perayaan Maulid
(Mauludan)
Tradisi
Ahli Sunnah Wal Jamaah yang paling kental adalah mencintai Rasulullah SAW.
Salah satu dari bentuk kecintaannya adalah dengan mengadakan sebuah tradisi
yang baik, yaitu perayaan maulid Nabi. Perayaan ini tidak hanya terkenal di
Barat Islam, sebagai suatu tempat yang diadatkan sejak pertengahan abad ke 6
Hijriyah oleh al-Q~‡‚ Aˆmad bin Muˆammad al-`Azaf‚ al-Sib\i (w. abad ke 6 H)
dan anaknya al-Q~‡‚ Abƒ al-Q~sim Muˆammad al-`Azaf‚ al-Sib\i (w. awal abad ke 7
H), sebagaimana dinyatakan oleh Guru Besar Universiti Zaytunah: Shaikh Muˆammad
al-œ~hir Ibn `Ashƒr (w. 1973 M);
bahkan juga dirayakan di
seluruh pelusuk dunia termasuk Nusantara!
Oleh
itu, kebanyakan ulama ketika menyebut perayaan maulid, mereka tidak menamakan
dengan "
العيد" (lebaran dalam konteks ibadah), akan tetapi "
الاحتفال"
(perayaan dalam konteks adat); agar tidak disangka bahawa perayaan maulid
adalah termasuk ibadah baru atau hari lebaran baru selain dari lebaran puasa
dan kurban.
Ulama
yang berpendapat bahawa perayaan maulid adalah boleh (
mub~ˆ) adalah
banyak sekali. Kebanyakan mereka berpegangan pada hadis riwayat Sayyidina `Umar
Ibn al-Kha\\~b ketika Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Isnin,
maka jawab beliau: "Itu adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus"
.
Kalau
ditelusuri, hujjah bagi yang mengharamkan tidak lain tidak bukan adalah kerana
ia adalah bid'ah menurut mereka. Untuk menjawab ini, Imam al-Suyƒ\‚ (w. 911 H) berpendapat
bahawa amalan bermaulid sebenarnya tidak bertentangan dengan al-Qur'an, sunnah,
athar, dan ijmak sama sekali! Maka oleh itu, ia bukanlah sesuatu yang
dianggap keji. Malah ia adalah yang dianggap baik yang tidak berlaku pada kurun
pertama. Tentunya ia adalah tergolong daripada bid'ah yang disunnatkan seperti pembahagian
bid'ah kepada lima hukum
takl‚f‚ oleh Sultan Ulama `Izzu al-Din bin `Abd
al-Sal~m (w. 660 H).
Berbalik
kepada isu bid'ah, sebenarnya isu ini tidak perlu untuk dibahas lagi, kerana
kitab yang menjelaskan tentangnya sudah terlalu banyak, dan ulama sudah
mengeluarkan hukum tentangnya sudah sekian lama, sejak Imam Sh~fi`I RA lagi
yang berkata: [Perkara baru dari beberapa perkara ada dua: 1) sesuatu yang
diada-adakan yang bertentangan dengan al-Qur'an atau sunnah atau
athar
atau ijmak. Maka ini adalah bid'ah yang sesat! 2) sesuatu yang diada-adakan
datang dari perkara yang baik, dan ia tidak bertentangan sama sekali dengan
salah satu dari perkara ini, maka ia adalah bid'ah yang tidak dianggap keji].
Di
dunia kontemporer ini, telah datang sebuah kitab yang sangat mendalam membahas
isu bid'ah dengan pendekatan yang sangat adil dan ilmiah. Tidak menyebelah
mana-mana pihak, akan tetapi menukilkan beberapa fatwa-fatwa ulama kontemporer
yang secara jelas mengumumkan bahawa mereka memilih mazhab yang menyempitkan
makna bid'ah. Lalu beliau membuktikan dari seluruh fatwa itu; bahwa para mufti
mazhab yang menganggap semua bid'ah adalah sesat dan termasuk perayaan maulid
adalah bid'ah yang jelek, telah terjadi banyak pertentangan antara fatwa-fatwa
mereka dalam satu permasalahan, sehingga membuktikan bahawa mazhab yang
menyempitkan makna bid'ah kepada satu yaitu pasti jelek adalah mazhab yang tidak
sesuai untuk dipegang. Buku ini adalah berjudul "مفهوم البدعة
وأثره في اضطراب الفتاوى المعاصرة"
yang dikarang oleh ulama muda dari al-Aˆs~|, Saudi Arabia; Dr. `Abd al-Ilah bin
™usayn al-`Arfaj. Sampai detik ini, belum ada kitab mazhab yang menyempitkan
makna bid'ah, yang dapat meruntuhkan hujjah beliau setelah beliau menjawab Sayyid
`Alaw‚ bin `Abd al-Q~dir al-Saqq~f yang mengarang kitab untuk menolak beliau
pertama kali dengan judul "كل بدعة ضلالة".
Pada
kesempatan ini, dilampirkan jadual dari jenis-jenis perkara yang dibid'ahkan
oleh mazhab yang sempit ini, lalu terjadinya konfiusi antara mufti-mufti mereka
sehinggakan memberi kesimpulan bahawa mazhab mereka tidak konsisten, atau
paling tidak, isu bdi'ah bukanlah isu akidah yang wajib diperangi habis-habisan
sehingga dengan mudah memandang negatif terhadap pecinta maulid nabi:
Hukum
Perkara yang Baru
|
Bid’ah atau Tidak Ada Hukum Asal bagi nya
atau Menjauhi
|
Disyariatkan atau Boleh
|
|
Majlis Ta’ziyah
|
Ibnu Utsaimin dan Al fauzan dan Al-Albani
|
Ibn baz dan Ibnu Jibrin
|
|
Selamatan Kematian
|
Ibnu Utsaimin
|
Ibnu baz , Ibnu Jibrin dan Al Fauzan
|
|
Pengkhususan hari Jum’at untuk ziyarh
kubur
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan
|
Ibnu Jibrin
|
|
Menjadikan masjid untuk berdzikir
|
Al Fauzan dan Al-Albani
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Ibnu Jibrin
|
|
Mengulang-ulang umroh di bulan Romadhon
|
Ibnu Utsaimin
|
Ibnu baz , Al fauzan dan Majelis Fatwa
Saudi
|
|
Doa penutup dalam Sholat
|
Al-Albani , Bakar Abu Zaid dan Ibnu
Utsaimin
|
Ibnu Baz , Ibnu Jibrin , Al fauzan dan
Ibnu Utsaimin
|
|
Memulai perayaan acara dengan membaca Al
Quran
|
Bakar Abu Zaid , Afifi dan Ibnu Utsaimin
|
Al Fauzan dan Al-Albani
|
|
Menganggukkan anggota badan saat pembacaan Al Qur’an
|
Bakar Abu Zaid dan Majelis Fatwa Saudi
|
Ibnu Utsaimin
|
|
Membaca dengan mushaf dalam sholat
|
Al- Albani
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin
dan Al Fauzan
|
|
Perayaan para penghafal Al Qur’an
|
Al-Albani dan Majelis Fatwa Saudi
|
Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan
|
|
Mencium Mushaf Al Qur’an yang mulia
|
Ibnu Utsaimin , Al-Albani dan Majelis
Fatwa Saudi
|
Ibnu Baz dan Al Fauzan
|
Relung Masjid
|
Al- Albani
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Al Fauzan dan Majelis
Fatwa Saudi
|
Menggambar khot di atas langit-langit masjid
|
Al-Albani
|
Ibnu Utsaimin , Al Fauzan , Afifi dan
Majelis Fatwa Saudi
|
Diam nya imam setelah membaca Al Fatihah
|
Al-Albani dan Al Fauzan
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan dan
Majelis Fatwa Saudi
|
Mengepalkan kedua tangan setelah ruku’
|
Al-Albani
|
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan
|
Sholat Qiyamul lail pada sepuluh terakhir
bulan Ramadhan
|
Saya tidak mengetauhi
|
Ibnu Utsaimin dan Ibnu Jibrin
|
Penambahan sebelas rokaat di Sholat malam
bulan Ramadhan
|
Al-Albani
|
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin
dan Al Fauzan
|
Pembagian Sholat Tarawih pada sepuluh
hari akhir dari bulan Ramadhan
|
Al-Albani
|
Saya tidak mengetauhi
|
Memanjangkan jenggot sampai kepalan
tangan
|
Al-Albani
|
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin
dan Al Fauzan
|
Forum memulyakan ulama
|
Saya tidak mengetauhi hukum tersebut
haram
|
|
Perayaan atau ucapan selamat tahun baru
Hijriyah
|
Al Fauzan
|
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin dan Jibrin
|
Penyaringan
tanggal yang dibatasi untuk menjelaskan pada kesempatan yang ditentukan
|
Al Fauzan
|
Ibnu Utsaimin
|
Setelah
itu, beliau berusaha memberi gambaran rasionalisasi isu bid'ah dengan
permasalahan maulid nabi, solat malam, dan selamatan kematian:
Perkara Baru
Judul
|
Maulid Nabi
|
Sholat Malam
|
Selamatan Kematian
|
Apakah Rasulullah SAW Melakukannya?
|
Nabi Muhammad SAW tidak melaksanakannya
|
Apakah Ulama Salaf Melakukannya?
|
Ulama salaf tidak melakukannya
|
Kapan ia didirikan?
|
Orang yang mencegah berkata: "Perkara
ini telah dilaksanakan pada bulan Rabi'u al-Awal setiap tahunnya"
Orang yang membenrkannya:
"Tidak semestinya harus pada bulan
Rabi'u al-Awal, bahkan meninggalkanya tidak menyebabkan haram”
|
Telah terlaksana pada saat sepuluh akhir bulan
Ramadhan
|
Telah terlaksana sejak wafatnya salah
satu ayah dari para sahabat
|
Apakah tidak terdapat perkara yang
mencegahnya?
|
Orang yang mencegah berkata: "Tidak ditemukan
perkara yang mencegahnya"
|
Orang yang melarang ada pada saat Nabi
Muhammad SAW hidup, tetapi hilang setelah
Nabi wafat
|
Tidak ditemukan
perkara yang mencegahnya seperti orang yang rugi untuk melakukannya
|
Apakah terdapat dalil umum?
|
Nabi Muhammad SAW ditanya puasa hari
senin, lalu beliau bersabda "Hari itu hari dimana saya dilahirkan, saya
diutus dan diturunkan kepadaku (Al-Quran) pada hari itu"
|
Aisyah RA berkata: "Nabi Muhammad
SAW bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang tidak
dilakukan pada waktu selainnya"
|
Hadis-hadis: Tentang sedekah kepada mayit,
berbuat baik kepada orang tua setelah mereka wafat
|
Apakah ada dalil khusus?
|
Tidak terdapat dalil khusus yang menyebut
tentang perkara ini yang biasa dilakukan dengan cara ini pada zaman sekarang
|
Kapan waktu pelaksanaannya?
|
Biasanya tanggal 12 bulan Rabi'u al-Awal
|
Sepuluh terakhir bulan Ramadhan
|
Sebulan setelah wafat atau dua bulan atau
pada bulan Ramadhan
|
Apakah perkara yang serupa dengannya
dalam pelaksanaannya?
|
Maulid adalah perkumpulan yang disunnahkan
atas dasar taat kepada Allah
|
Sholat malam adalah sholat yang berubah
keadaannya yang biasa dituntut
|
Selametan adalah acara menyembelih untuk
mendekatkan diri kepada Allah, yang mana tidak diakukan oleh salaf
|
Dari
jadual ini, sudah sangat jelaslah bahawa adat perayaan maulid yang diamalkan
umat Islam seluruh dunia adalah tidak menyalahi syariat Islam sama sekali.
Bahkan bagi mereka yang terlalu berpandangan negatif terhadapnya, tidak
memiliki hujjah yang kuat serta konsistan dengan metodologi mereka sendiri.
3- Ziarah Kubur
Tradisi
umat Islam Nusantara yang melakukan ziarah ke kuburan orang tua pada hari
lebaran pertama, atau juga wisata religi dengan melakukan ziarah wali
songo,
atau ziarah ke makam pengasuh-pengasuh pondok sekitar Jawa dan juga di daerah
lain adalah tidak lain mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW: "Aku pernah
melarang kalian menziarahi kubur, maka ziarahilah ia (sekarang)!".
Budaya
ini juga sangat hidup di Barat Islam. Bagaimana tidak? terdapat banyak sekali
wali-wali agung di Barat Islam hapir di semua kota-kota ilmu, seperti Qayrawan,
Tilimsan, Fes, Tangier, Rabat, Marakesh, Sous, Zarhoun, dan lain-lain. Mereka
juga memiliki musim-musim tertentu untuk melakukan ziarah tersebut, dan
berkumpulah umat Islam di sana dengan sama-sama memanjatkan doa kepada sang
wali.
Hukum menziarahi kubur
dan apa sahaja yang berkaitan dengannya banyak dibahas oleh seorang ahli hadis
kontemporer dari Mesir; Shaikh Dr. Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ, dengan
kitabnya berjudul: "
كشف الستور عما أشكل من أحكام القبور".
Dalam
kitab itu juga terdapat hujjah-hujjah budaya umat Islam Nusantara yang
meletakkan bunga dan menyirami air di kuburan agar meringankan siksaan kubur
mayyit tersebut.
Selain
isu ziarah kubur yang selalu dibankitkan, terdapat sebuah isu yang berkaitan
dengannya yang selalu dijadikan alasan untuk mengharamkan ziarah kubur oleh
orang-orang yang berfahaman ekstrimis. Isu tersebut adalah tawassul dan
istighasah.
Untuk
menanggapi permasalahan ini, perlu diketahui bahawa isu tawassul dan istighasah
kepada orang yang sudah wafat; telah lama selesai, dan ulama tidak dapat
menemukan kata sepakat melainkan mengakui bahawa ia adalah perkara khilaf!
Salah
seorang ulama besar ilmu hadis Maroko, Shar‚f Muˆammad bin Ja`far al-Kitt~n‚
(w. 1345 H) telah mengarang sebuah kitab khusus mengumpulkan nama dan sejarah
serta karomah ulama-ulama dan para wali yang dikubur di kota Fes. Di dalam
kitab itu, beliau telah meletakkan sebuah bab khusus membahaskan adab-adab
menziarah kubur di awal kitabnya.
Beliau
ditanya yang mana lebih kuat: pertolongan wali yang hidup atau yang telah
wafat? Maka beliau menjawab dengan menukil pendapat ulama lain seperti Shaikh Zarƒq
(w. 899 H) bahawa pertolongan yang telah wafat itu lebih kuat dibandingkan
dengan yang masih hidup, karena mereka sudah tidak memiliki keperluan duniawi
seperti perasaan, kepentingan dan lain-lain. Selain itu, banyak ulama sepakat
bahawa karomah Allah kepada wali-Nya tidak akan terputus dengan kamatian
mereka.
Hujjah
beristighasah ini memiliki landasan yang kuat dari sebuah
athar yang
disahihkan oleh ulama-ulama besar dalam ilmu hadis. Ia adalah: "Ketika
manusia dilanda kemarau di zaman `Umar, maka datanglah seorang lelaki ke
kuburan Nabi SAW lalu berkata: Ya Rasulallah! Mintalah hujan untuk umatmu!
Kerana mereka benar-benar sudah hancur! Maka datanglah Rasulullah SAW kepada
lelaki tersebut dalam mimpinya, dan dikatakan padanya: Pergilah bertemu `Umar,
dan bacakanlah salam untuknya, dan kabarkan padanya bahawa sesungguhnya kalian
semua akan disirami hujan. Dan katakan padanya: Engkau harus pintar! Engkau
harus pintar! Maka lelaki tersebut pun mendatangi `Umar dan mengkabarkannya,
maka beliau pun menangis lalu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak cuai kecuali apa
yang aku tidak mampu melakukannya".
Athar ini menurut
ulama adalah sahih, bahkan tidak sedikit ahli hadis yang mensahihkannya.
Malah,
hujjah bertawassul dan beristighasah dengan orang yang telah wafat memiliki
sandaran yang banyak dari hadis-hadis yang sahih dan hasan. Sekali lagi Dr.
Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ telah mengarang sebuah kitab yang lengkap mentakhr‚j
hadis-hadis tersebut, dan kebanyakannya dihukum sahih. Kitab tersebut berjudul:
"رفع المنارة لتخريج أحاديث التوسل والزيارة".
4- Kumpulan Wali
Di
Nusantara, semuanya kenal dengan wali
songo, yaitu 9 wali yang berhasil
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Maqam-maqam para wali itu
juga diziarahi oleh umat Islam dari berbagai daerah pelosok Nusantara.
Perkara
ini berlaku juga di Barat Islam. Di Maroko, terkenal dengan
sab`ah al-rijal
(wali 7) di kota Marakesh. Mereka dianggap sebagai wali yang membuat kota tersebut
terkenal dan masuk dalam lembaran sejarah, sehingga dikatakan, Marakesh adalah
kota
sab`ah al-rijal.
Oleh sebab itu, di Maroko
ada sebuah istilah lain: "Kalau Timur itu adalah bumi anbiya', maka Barat
adalah bumi auliya'".
Alasan
mengapa dinamakan
sab`ah al-rijal adalah karena sudah menjadi adat bagi mereka
untuk melakukan ziarah wali tersebut dengan tertib ini dan karena mereka adalah
diibaratkan seperti gunung atau tiang pondasi bagi negeri itu.
Mungkin istilah yang
lebih akrab dengan masyarakat di Nusantara adalah seperti
paku bumi
negeri itu.
Pembahagian
wali seperti
sab`ah al-rijal bukanlah sebuah perkara yang tidak lazim,
karena terdapat banyak hadis yang membagi para wali kepada wali
abd~l,
nujab~|,
awt~d, dan
qutb. Malah seorang ulama hadis yang agung, Imam al-Suyƒ\‚
RH telah mengarang sebuah kitab khusus menjelaskan ini: "
الخبر الدال على وجوب القطب والأوتاد والنجباء والأبدال".
Berikut
tadi adalah beberapa butir persamaan adat masyarakat Islam di Nusantara dan Barat
Islam. Ini menunjukkan bahawa budaya Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah tidak jauh
berbeza.
Penutup
Berdasarkan
dari pembahasan yang telah diutarakan tadi, maka jelas sekali bahawa Islam Ahli
Sunnah Wal Jamaah yang dianut di Nusantara umumnya, dan Nahdlatul Ulama
khususnya; bukanlah sebuah model yang terasing (ghar‚b) di sisi syariat
Islam. Ini dikarenakan ia diasaskan berdasarkan hujjah-hujjah dari pendapat
ulama dari berbagai tanah Islam, selain semuanya bersumberkan al-Qur'an,
sunnah, qias dan ijmak.
Ini
juga bukti bahawa akidah yang dianut mayoritas umat muslimin di seratau dunia adalah
sama dengan akidah yang dipegang Nahdlatul Ulama, yaitu akidah Asy'ari atau
Maturidi, berfiqhkan salah satu dari mazhab 4, dan bertasawufkan Imam
al-Junayd al-Baghd~d‚ dan Imam al-Ghaz~l‚.
Lebih
dari itu, Nahdlatul Ulama juga berpegang pada manhaj moderat, dengan tidak
mudah menuduh kafir, sesat, bid'ah, syirik, serta mengeluarkan seseorang dari Ahli
Sunnah Wal Jamaah. Berbeda dengan golongan yang terlalu mudah menghukum kafir,
sesat, bid'ah, syirik, dan mengeluarkan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah, seperti
golongan yang terlalu sempit memahami makna bid'ah. Terlalu keras menghukum
syiriknya seseorang. Terlalu mudah melihat kebenaran mutlak hanya ada pada
kelompok mereka, tidak pada kelompok lain. Nescaya, hanya sedikit dari umat
Islam yang selamat di sisi mereka.
Daftar Pusaka
1.
`Abd al-^amad, Muˆyi al-D‚n.
al-™ujaj al-Qa\`iyyah f‚ ^iˆˆah
al-Mu`taqad~t wa al-`amaliyy~t al-Nah‡iyyah. Surabaya: Khalista, 2007 M.
2.
Abdullah, Abdul Rahman Haji.
Pemikiran Umat Islam di
Nusantara Sejarah dan Perkembangannya Hingga Akhir Abad ke 19. Kuala
Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka, 1990 M.
3.
Abdullah, Hawash. Perkembangan
Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara. Surabaya: al-Ikhlas, 1930 M.
4.
Acheh, Abu Bakar. Pengantar
Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani, 1993 M.
5.
al-`Arfaj, `Abd al-Ilah. Mafhƒm
al-Bid`ah wa Atharuhu f‚ I‡\ir~b al-Fat~w~ al-Mu`~‰irah. Amman: D~r
al-Fatˆ, 2012 M.
6.
Ibn `Ashƒr, Muˆammad
al-œ~hir. Qi‰ah al-Mawlid. ed.: Dr. Muˆammad ^al~ˆ al-D‚n al-Mist~w‚.
t.t.: t.p, t.t..
7.
al-`Asqal~n‚, Aˆmad bin
™ajar. Fatˆ al-B~r‚ Sharˆ ^aˆ‚ˆ al-Bukh~r‚. Cairo: D~r al-™ad‚th, 2004 M.
8.
al-B~rƒˆ‚, Sulaym~n bin
`Ibr~h‚m. al-œuruq al-^ƒfiyyah f‚ M~l‚ziy~. Seremban: Majlis Fatwa
Negeri Sembilan, 2002 M.
9.
Ibn Ba\ƒ\ah, Muˆammad bin
`Abdillah. Riˆlah Ibn Ba\u\ah. ed.: Prof. Dr. `Abd al-H~d‚ al-T~z‚. Rabat:
Ma\bƒ`~t `Ak~d‚m‚yyah al-Mamlakah al-Maghribiyyah, 1997 M.
10.
al-Bayhaq‚, Aˆmad bin
al-™usayn. Man~qib al-Sh~fi`‚. ed.: al-Sayyid Aˆmad ^aqar. Cairo:
Maktabah D~r al-Tur~th, 1970 M.
11.
al-Falimb~n‚, Muˆammad
Mukht~r al-D‚n. Bulƒgh al-`Am~n‚. Jeddah: D~r al-Qutaybah, 1988 M.
12.
al-F~s‚, `Abd al-Raˆman bin
`>sy‚r. al-Murshid al-Mu`‚n. Cairo: D~r al-Fa‡‚lah, 2005 M.
13.
al-F~s‚, Muˆammad al-Mahdi
bin Muˆammad al-™assan‚ al-Wazz~n‚. Taqy‚d f‚ Jaw~z Tashy‚` al-Jan~zah bi
al-Hailalah wa al-Zikr wa Raf`I al-^awt bihim~. ed.: Hish~m bin Muˆammad
™ayjar al-™assan‚. Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thah, 2011 M.
14.
al-Fihr‚, Abƒ ™~mid Muˆammad
al-`Arab‚ bin Yƒsuf al-F~s‚. Mir`~t al-Maˆ~sin. ed.: Dr. Muˆammad ™amzah
bin `Al‚ al-Kitt~n‚. Casablanca: Markaz al-Tur~th al-Thaq~f‚ al-Maghrib‚, 2008
M.
15.
Ghoni, Afrokhi Abdul Ghoni, Afrokhi.
Buku Putih Kyai NU. Surabaya: Laa Tasyuk Press, 2010 M.
16.
al-Ghum~r‚, Aˆmad bin
Muˆammad bin al-^idd‚q. Tashn‚f al-Adh~n bi Adillati Istiˆb~b al-Siy~dah
`Inda Ismihi fi al-^al~t wa al-Iq~mah wa al-Adh~n. ed.: Dr. `Al‚ Jum`ah
Muˆammad. Cairo: D~r Jaw~mi` al-Kalim, 2002 M.
17.
al-Ghum~r‚, `Abdullah bin
al-^idd‚q. al-I`l~m bi anna al-Ta‰awwuf min Shar‚`ati al-Isl~m. ed.:
œ~riq al-`Alam‚. Oujda: Markaz al-Im~m al-Junayd, 2014 M.
18.
`Ibr~h‚m, Muˆammad Zak‚. Fiqh al-^alaw~t wa al-Mad~`iˆ
al-Nabawiyyah. Cairo: al-`Ash‚rah al-Muˆammadiyyah, 2011 M.
19.
Jam~`ah min al-As~tizah. al-œar‚qah
al-Q~diriyyah al-Bƒdsh‚shiyyah. Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thiyyah,
2009 M.
20.
al-J~w‚, Muˆammad Nawaw‚ bin
`Umar. Nih~yah al-Zayn. ed.: `Abdullah Maˆmƒd Muˆammad `Umar. Beirut:
D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2002 M.
21.
Jum`ah, `Al‚. al-Mutashadidƒn.
Cairo: D~r al-Muqa\\am, 2012 M.
22.
al-Kh~dim‚, Muˆammad bin
Muˆammad. al-Bar‚qah al-Maˆmƒdiyyah. Beirut: D~r Ihy~| al-Kutub
al-`Arabiyyah, t.t..
23.
al-Kitt~n‚, Muˆammad bin
Ja`far. Salwah al-Anf~s wa Muˆ~dathah al-Aky~s. ed.: ™amzah bin Muˆammad
al-Kitt~n‚. Casablanca: D~r al-Thaq~fah, 2004 M.
24.
Lajnah Bahtsul Masail NU. Ahkamul
Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Keputusan Muktamar Munas
dan Konbes NU 1926-2010. Surabaya: Khalista, 2011 M.
25.
al-M~lik‚, Muˆammad bin
`Alaw‚. ™awl al-Iˆtif~l bi Zikr~ al-Mawlid al-Nabaw‚. Beirut:
al-Maktabah al-`A‰riyyah, 2010 M.
26.
Mamdƒˆ, Maˆmƒd Sa`‚d
Muˆammad. Kashf al-Sutƒr `Amm~ Ashkala min Aˆk~m al-Qubƒr. Cairo:
al-Maktabah al-Azhariyyah, 1429 H.
27.
--------. Raf`u
al-Man~rah li Takhr‚j al-Aˆ~d‚th al-Tawassul wa al-Ziy~rah. Cairo:
al-Maktabah al-Azhariyyah, 2006 M.
28.
al-Mur~kush‚, `Abb~s bin
Ibr~h‚m. IŒh~r al-Kam~l f‚ Tatm‚m Man~qib Sab`ah Rij~l. ed.: Dr. Idr‚s
al-Shirw~\‚. Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M.
29.
al-Nawaw‚, Yaˆy~ bin Sharaf.
al-Tiby~n f‚ >d~b ™amlati al-Qur`~n. ed.: Muˆammad al-™ajj~r. Beirut:
D~r Ibn ™azm, 1996 M.
30.
al-Sh~fi`‚, Muˆammad bin
Idr‚s. al-Ris~lah. ed.: Aˆmad Sh~kir. Beirut: D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah,
t.t..
31.
Shalb‚, Ra`ƒf. al-`Islam
f‚ Arkhab‚l al-Mal~yƒ. Kuwait: D~r al-Qalm, t.t..
32.
Shih~b, `Alaw‚ `Abd
al-Raˆman. al-Ta‰awwuf al-`Isl~m‚ wa |Atharuhu f‚ al-Ta‰awwuf al-|Indƒn‚s‚
al-Mu~‰ir. Risalah Doktoral di Fakulti Adab Universiti Ain Shams, 1990 M.
33.
al-Shirw~\‚, Idr‚s. Dir~sah
Kit~b IŒh~r al-Kam~l. Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M.
34.
al-Suyƒ\‚, Jal~l al-D‚n `Abd
al-Raˆman. ™usnu al-Maq‰ad f‚ `Amal al-Mawlid. ed.: Mu‰\af~ `Abd
al-Q~d‚r `A\~. Beirut: D~r al-Kutub al-`Alamiyyah, 1985 M.
35.
al-Tarmas‚, Muˆammad MaˆfƒŒ.
™~shiyah al-Tarmas‚ ala al-Manhaj al-Qaw‚m. ed.: Lajnah `Ilmiyyah. Jeddah:
D~r al-Minh~j, 2011 M.
36.
al-Tuh~m‚, Ibr~h‚m. Juƒd
Ulam~` al-Maghrib f‚ al-Dif~` `an `Aq‚dah `Ahl al-Sunnah. Beirut:
Mu`assasah al-Ris~lah, 2012 M.
37.
al-Wanshar‚s‚, Aˆmad bin
Yaˆy~. al-Mi`y~r al-Mu`rib. ed.: Dr. Muˆammad ™aj‚. Rabat: Wiz~rah
al-Awq~f, 1981 M.
38.
Watt, W. Montgomery. Islamic
Philosophy and Theology. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985 M.