Kediri - Wacana pemerintah pusat memidanakan pelaku nikah siri dihadang pondok pesantren se Jawa dan Madura. Melalui forum bahtsul masa'il atau pembahasan masalah, dengan tegas mereka menyatakan pernikahan di bawah tangan sah sesuai dengan hukum agama.
Keputusan tersebut dihadirkan dalam pembahasan oleh Komisi A Bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se Jawa dan Madura di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri, Kamis (3/6/2010).
Salah satu dasar yang digunakan adalah ilmu fiqih dari sejumlah kitab, yang menyebutkan sah dan tidaknya sebuah pernikahan bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat.
"Jadi meskipun yang dilakukan pemerintah masih sekedar wacana, kami sudah tidak
sependapat dan menyatakan draft RUU Nikah Siri tidak sejalan dengan fiqih. Artinya, kami juga menganggap pernikahan siri tetap sah sesuai dengan aturan agama," jelas perumus Komisi A Bahtsul Masail FMPP Kiai Muchib Aman Ali.
Dia menambahkan, FMPP juga dengan tegas menentang wacana pemidanaan pelaku nikah siri, seperti yang tertuang dalam draft RUU Nikah Siri Pasal 143. Menurutnya,
pemidanaan tersebut sama artinya dengan mengekang masyarakat yang menjalankan
ketentuan agama.
Terkait alasan pemerintah berencana mengeluarkan UU Nikah Siri untuk melindungi kaum wanita, terutama dari kemungkinan perlakuan tak adil atas pernikahan siri yang dijalaninya, dianggap sebagai hal yang berlebihan. Kondisi pernikahan, berujung pada kebahagiaan atau kesedihan, hendaknya tidak dijadikan dasar karena belum terjadi.
"Kalau itu dasarnya, sama artinya dengan mendahului takdir. Perkiraan itu kan belum terjadi dan tidak semestinya dijadikan dasar," tegas Kiai Muchib.
Di Komisi A Bahtsul Masa'il FMPP, bahasan lain yang sudah dihasilkan keputusan
adalah terkait arsan seduluran. Sistem arisan beranggotakan sejumlah orang dengan
iming-iming hadiah besar, yang bisa didapatkan secara bergiliran oleh seluruh
anggota dinyatakan haram. Alasannya, karena anggapan akan mengakibatkan kerugian pada sejumlah pihak dalam keanggotaan tersebut.
Bahasan lain di Komisi A adalah jadwal salat abadi yang digunakan di sejumlah
masjid di dunia. FMPP menyatakan hal tersebut sah, asalkan dihasilkan berdasarkan ilmu falakiyah yang benar dan tepat.
Secara terpisah juru bicara Bahtsul Masa'il FMPP XXI di Lirboyo, Emha Nabiel Haroen, meminta masyarakat tidak memperdebatkan keputusan yang dihasilkan FMPP. Menurutnya, keputusan tersebut bukan fatwa melainkan hanya imbauan yang disarankan untuk dijalankan.
"Dari dulu kami tidak pernah memaksa apa yang dihadilkan FMPP untuk dijalankan. Ini sifatnya sebuah keputusan yang kami imbau untuk dijalankan, tetap tanpa pemaksaan," ungkap Nabil.
Keputusan tersebut dihadirkan dalam pembahasan oleh Komisi A Bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se Jawa dan Madura di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri, Kamis (3/6/2010).
Salah satu dasar yang digunakan adalah ilmu fiqih dari sejumlah kitab, yang menyebutkan sah dan tidaknya sebuah pernikahan bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat.
"Jadi meskipun yang dilakukan pemerintah masih sekedar wacana, kami sudah tidak
sependapat dan menyatakan draft RUU Nikah Siri tidak sejalan dengan fiqih. Artinya, kami juga menganggap pernikahan siri tetap sah sesuai dengan aturan agama," jelas perumus Komisi A Bahtsul Masail FMPP Kiai Muchib Aman Ali.
Dia menambahkan, FMPP juga dengan tegas menentang wacana pemidanaan pelaku nikah siri, seperti yang tertuang dalam draft RUU Nikah Siri Pasal 143. Menurutnya,
pemidanaan tersebut sama artinya dengan mengekang masyarakat yang menjalankan
ketentuan agama.
Terkait alasan pemerintah berencana mengeluarkan UU Nikah Siri untuk melindungi kaum wanita, terutama dari kemungkinan perlakuan tak adil atas pernikahan siri yang dijalaninya, dianggap sebagai hal yang berlebihan. Kondisi pernikahan, berujung pada kebahagiaan atau kesedihan, hendaknya tidak dijadikan dasar karena belum terjadi.
"Kalau itu dasarnya, sama artinya dengan mendahului takdir. Perkiraan itu kan belum terjadi dan tidak semestinya dijadikan dasar," tegas Kiai Muchib.
Di Komisi A Bahtsul Masa'il FMPP, bahasan lain yang sudah dihasilkan keputusan
adalah terkait arsan seduluran. Sistem arisan beranggotakan sejumlah orang dengan
iming-iming hadiah besar, yang bisa didapatkan secara bergiliran oleh seluruh
anggota dinyatakan haram. Alasannya, karena anggapan akan mengakibatkan kerugian pada sejumlah pihak dalam keanggotaan tersebut.
Bahasan lain di Komisi A adalah jadwal salat abadi yang digunakan di sejumlah
masjid di dunia. FMPP menyatakan hal tersebut sah, asalkan dihasilkan berdasarkan ilmu falakiyah yang benar dan tepat.
Secara terpisah juru bicara Bahtsul Masa'il FMPP XXI di Lirboyo, Emha Nabiel Haroen, meminta masyarakat tidak memperdebatkan keputusan yang dihasilkan FMPP. Menurutnya, keputusan tersebut bukan fatwa melainkan hanya imbauan yang disarankan untuk dijalankan.
"Dari dulu kami tidak pernah memaksa apa yang dihadilkan FMPP untuk dijalankan. Ini sifatnya sebuah keputusan yang kami imbau untuk dijalankan, tetap tanpa pemaksaan," ungkap Nabil.
No comments:
Post a Comment