Sebuah kenyataan kerugian yang ana akui betul, yaitu ana memang tidak pernah sempat bertemu langsung dengan Abuya Dimyati, yaitu seorang ulama spiritual sekaligus ulama ilmiyah. Akan tetapi, sedih bukanlah jalan keluar, menceritakan sejarah dan kisah beliau adalah lebih utama. semoga cerita yang ana dapatkan ini dapat menjadi bagian dari potret manaqib agung beliau.
Pada tahun 2010, yaitu ketika acara Bahtsul Masail FBMPP Pare di Kandangan, setelah jalsah terakhir ana mendengarkan cerita dari Gus Munir, pengurus NU Kediri. Ketika itu beliau bercerita bahwa ketika beliau menziarahi Pondok Abuya Dimyati di Banten, beliau melihat sendiri bagaimana didikan Abuya yang sangat tegas dan disiplin terhadap anak-anak beliau. Apatah lagi, beliau mewajibkan semua anak-anaknya hafal bukan sahaja al-Qur'an, bukan saja Nazam dan matan kitab2, bahkan sampai hadis-hadis sekalipun. Istilah yang ana dapatkan ketika itu, TIDAK ADA KOMPROMI SOAL ILMU DAN MENGAJI. Bagaimana beliau menghukum santri adalah lebih kuat beliau menghukum anak beliau sendiri ketika salah. Mungkin inilah yang perlu ditiru dan dirubah oleh kyai-kyai di Jawa Timur khususnya, yaitu agar tidak memanjakan gus-gus ini, kerana dikhawatiri ketika ilmu belum bisa diwarisi sang anak, akan tetapi, sifat kyai itu sudah lekat pada sang anak sebelum ia benar-benar menjadi Kyai.
Dengan ini ana teringat ceramah Syeikh Hisham al-Kabbani di Zawiyah, Damansara Bulan December 2010. Ketika itu, beliau menukil dari kitab Talkhish al-Ma'arif, karangan Imam al-Sya'rani yaitu ulama sufi dan fiqh dari Mesir. Dalam nukilan itu, ada 3 orang yang tidak patut disekeliling seorang SYEIKH @ KYAI. Mereka adalah 1) Anak Syekh. Ini dikarenakan dia lahir-lahir dari kecil sudah melihat orang cium tangan bapaknya, orang-orang segan dengan bapaknya, orang-orang mengagungkan bapaknya. Lalu perkara ini akan menular ke dia, dan dia akan merasa sebagai seorang Kyai sebelum dia Kyai. Akan tetapi, kalau sifat ini dapat ditepisi maka dia akan mewarisi ilmu bapaknya dan bahkan jauh lebih dari bapaknya (kesimpulan ringkas). 2) Istri Syekh dan 3) Khadam Syeikh (Kerana ini bukan tujuan pembahasan maka yang kedua dan ketiga ana skip dulu). Dari kesimpulan ini, ana berpendapat dan mengusulkan kepada Kyai-Kyai di Jawa Timur untuk menghilangkan sifat "memulyakan gus yang masih belum berilmutinggi". Ini adalah agar gus-gus di Jawa Timur dapat berjaya meneruskan pesantren bapaknya dan bahkan menjadi ulama ternama di Nusantara bahkan Dunia.
Salah satu cerita karomah yang diceritakan Gus Munir lagi adalah, di mana ada seorang kyai dari Jawa yang pergi ke Maqam Syeikh Abdul Qadir al-Jailani di Irak. Ketika itu, kyai tersebut merasa sangat bangga kerana banyak kyai di Indonesia paling jauh mereka ziarah adalah maqam Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dia dapat menziarahi sampai ke Maqam Syeikh Abdul Qadir al-Jailani. ketika sampai di maqam tersebut, maka penjaga maqam bertanya padanya, "darimana kamu (Bahasa Arab)". si Kyai menjawab, dari Indonesia. maka penjaganya langsung bilang, oh di sini ada setiap malam Juma'at seorang ulama Indonesia yang kalau datang ziarah dan duduk saja depan maqam, maka segenap penziarah akan diam dan menghormati beliau, sehinggalah beliau mula membaca al-Qur'an, maka penziarah lain akan meneruskan bacaan mereka sendiri2. Maka Kyai tadi kaget, dan berniat untuk menunggu sampai malam jumaat agar tahu siapa sebenarnya ulama tersebut. Ternyata pada hari yang ditunggu-tunggu, ulama tersebut adalah Abuya Dimyati. Maka kyai tersebut terus kagum, dan ketika pulang ke Jawa, dia menceritakan bagaimana beliau bertemu Abuya Dimyati di maqam Syeikh Abdul Qadir al-Jailani ketika itu Abuya masih di pondok dan mengaji dengan santri-santrinya.
Kembali pada manaqib Abuya Dimyati, ana ingin menceritakan sebuah riwayat tentang karomah Abuya Dimyati yang ana dengar dari Uncle (paman) Zaujah ana dari Bogor, yaitu KH Hasan Basri, Parungsapi, Jasinga, Bogor. Ketika itu, beliau bercerita bahwa pada suatu malam Juma'at, paman ana sedang mengisi minyak kereta di pom bensin (Gas Station) dekat dengan pesantrennya. pada saat yang sama ada ambulans yang sedang mengisi bensin juga. ketika bensin hampir penuh, paman bertanya kepada orang siapa yang ada di dalam ambulans itu. maka seketika penjaga pom bensin kata itu adalah Abuya Dimyati. Beliau lagi sakit dan segera bawa ke pondok. Ambulan itu pun beredar dari pom bensin, maka sejenak setelah selesai isi bensin, paman bergegas menaiki mobil dan mengejar ambulan tersebut, yang ketika itu dalam mobil ada temennya juga. dalam perjalanan, ambulan tersebut berjalan laju dan mobil paman terus lari naik turun bukit dari Jasinga ke Pandegelang yang mengambil masa sekitar 6 jam. Dengan kejar kejaran tersebut, akhirnya ambulan itu pun masuk ke lokasi pondok setelah beberapa detik paman pun masuk lokasi pondok, akan tetapi ambulan itu sudah tidak ada.
Akan tetapi yang ada adalah orang ramai dan mobil-mobil sedang parkir dan semua orang sedang menghadiri persaksian jasad Abuya Dimyati yang ternyata meninggal pada malam tadi sekitar pukul 3 lebih dikit. Ternyata salah satu karamah Abuya telah disaksikan Paman sendiri, di mana hakikatnya, Jasad Abuya sememangnya hanya ada di Banten yaitu di rumahnya, karena anaknya Kak Muntaqo pada hari itu adalah hari resepsinya. Dari mana ambulan itu? Hanya Masya Allah yang dapat dirasai oleh paman.
Cerita lain tentang memori Abuya Dimyati, dapatlah dibaca di buku Jejak Spiritual Abuya Dimyati, karangan Kang Murtadlo Hadi, Cetakan Lkis.
Kepada Ruh Abuya Dimyati, Banten....al-FATIHAH!!
No comments:
Post a Comment