Saturday, March 14, 2015

Tradisi Umat Islam: Studi Komparasi Nusantara dan Barat Islam

Makalah ini dibentangkan pada acara:

Sarasehan dan Rakor PCINU Belanda
16-19 Januari 2015 di Masjid Al Hikmah Den Haag
Globalisasi Islam Nusantara: Menggagas Peran Dispora Muslim Indonesia di Kancah Internasional


Muqaddimah
Islam sudah tersebar di seluruh alam tanpa terkecuali. Sedangkan Nusantara, atau dikenal dengan istilah Alam Melayu atau Asia Tenggara, sudah mengenal Islam sejak abad ke 3 Hijriyah (10 Masehi).[1] Ada yang berpendapat pada 1 Hijriyah (7 Masehi) sesuai dengan ketetapan Muktamar Sufi yang diadakan pada tahun 1960M di kota Pekalongan, Indonesia.[2]
Kemasukan Islam ke tanah Nusantara berbeza dengan negara Arab lainnya, yaitu dengan cara aman dan damai, tanpa ada perang dan pertumpahan darah, bahkan ia masuk melalui cara akhlak, budaya, pendekatan politik kesultanan, para dakwah sufi dan wali, dan para pedagang.[3]
Sejak itu, Islam di Nusantara sudah memiliki ciri khas, yang semuanya tertuang di dalam sebuah Non Government Organization (NGO) Islam terbesar dunia yaitu Nadhlatul Ulama (NU). Ciri tersebut adalah berakidah sesuai dengan mazhab Asy'ari dan Maturidi, berfiqh Syafi'I selain tetap mengaku 3 mazhab yang lain yaitu Hanafi, Maliki dan Hanbali, serta bertasawufkan dengan manhaj Imam al-Junayd al-Baghd~d‚ dan al-Ghaz~l‚.[4] Selain dari asas ini, NU sejak dahulu sampai sekarang juga memiliki 3 ciri-ciri asas pegangan bermasyarakat yaitu al-Tawassu\, al-Tas~muˆ, al-Taw~zun.[5]
Walaubagaimanapun, perbezaan cara masuknya Islam dan ciri khas tersebut tidak menjauhkan praktek amalan atau tradisi NU bahkan umat Islam di Nusantara secara keseluruhannya dengan tradisi yang wujud di negara Arab, dalam hal ini, penulis ingin mengenalkan sebuah geografis Islam yang dianggap sebagai istilah baru bagi peneliti-peneliti di Nusantara yaitu Barat Islam.
Istilah Barat Islam adalah sebuah rangkaian daerah mulai dari Libya, Tunisia, Algeria, Maroko, Maurintania, Andalus (sebelum kejatuhannya), Sudan, Mali (Timbuktu), dan sekitarnya. Daerah inilah yang dahulunya dikuasai oleh Kerajaan Idr‚siyyah, Almoravids, Almohad, dan sekarang Kerajaan `Alawiyyin di Maroko.[6] Sedangkan istilah yang dikenal oleh ulama dahulu adalah "al-Maghrib al-|Aq‰~", dan Nusantara pula adalah "al-Mashriq al-|Aq‰~";[7] juga kadang-kadang "al-J~w‚"[8].
Di Barat Islam, asas pegangan Islam mereka adalah hampir sama dengan umat Islam di Nusantara, yaitu berakidah Asy'ari. Akan tetapi secara fiqhnya mereka berpegang pada mazhab Maliki, dan dalam tasawuf pula hanya kepada Imam al-Junayd al-Baghd~d‚.[9] Secara tradisi pula, banyak amalan-amalan yang hampir sama, bahkan sama dengan tradisi umat Islam di Nusantara.
Bahkan, salah seorang kyai karismatis NU yang bernama KH Maimun Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar, Sarang, Jawa Tengah pernah berkata di dalam sebuah ceramah beliau di Universiti Ibn œufayl, Kenitra, Maroko pada 15 September 2011: [Sesungguhnya kenapa aku memilih Maroko sebagai tempat untuk aku ziarahi adalah kerana ilmu pertama yang masuk ke dalam hati aku adalah ilmu ulama Maroko, yaitu kitab al-|>jurƒmiyyah]. Ini jelas menunjukkan tradisi pesantren di Nusantara sangat erat hubungannya dengan tradisi ilmiah di Barat Islam.
Ini jelas menunjukkan bahawa kata-kata sebahagian orang awam yang menganut fahaman Islam modernis[10] dan kadang mengklaim penganut Islam versi Salaf al-Sholeh bahawa "Islam versi Nusantara atau amalan NU khusus memiliki banyak unsur bid'ah, bahkan tidak diamalkan di tanah Arab kecuali di Nusantara yang dahulunya dihuni oleh kaum Hindu dan Budha, akhirnya ketika Islam masuk, amalan-amalan ini diracik menjadi amalan berbungkus Islam seperti acara tahlil".[11] Padahal, amalan-amalan umat Islam yang sudah membudaya di Nusantara seperti tahlil, mauludan, dan lain-lain juga diamalkan di negara-negara Arab, bahkan daerah yang belum pernah masuk agama Hindu atau Budha seperti Barat Islam.
Melihat jauhnya geografis antara Nusantara dan Barat Islam adalah jauh ke timur dan jauh ke barat, maka sudah selayaknya untuk dicari persamaan dan hubungan antara kedua benua yang berbeza ini dari sisi Tradisi Umat Islam: Studi Komparatif Nusantara dan Barat Islam.
Demi mencapai pembahasan yang tuntas dan ilmiah, maka pembahasan yang akan dibahas adalah dibagi kepada sub-sub sebagai berikut:
1.      Amalan Ibadah;
2.      Bertasawuf dan bertarikat;
3.      Adat Masyarakat.



Amalan Ibadah
Seperti yang telah disebukan di atas, mazhab di Nusantara adalah Syafi'I, sedangkan di Barat Islam adalah Maliki. Seharusnya sunah-sunah solat dan lain-lain jauh berbeda. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang sama atau hampir sama dan wajib untuk dikaji.

1. Dal~`il al-Khayr~t
Kitab ini adalah sebuah kitab karangan ulama Maroko murni, yaitu Shaikh Muˆammad bin Sulaym~n al-Jazƒl‚ (w. 870 H/1465 M). Ia merupakan rangkaian selawat kepada Nabi Muhammad SAW yang disertai dengan doa, disusun mengikut hari. Kitab ini di Indonesia dibaca hampir di seluruh pesantren di Indonesia. Bahkan di Pekalongan terdapat sebuah tradisi membaca dal~|il al-Khayr~t oleh penduduk kampung setiap hari setelah solat Asar berjamaah.
Di Maroko pula, ia jelas merupakan pegangan penduduk Barat Islam sejak terkarangnya kitab ini. Bahkan madrasah yang menjadikan tempat untuk menulis kitab ini oleh Imam al-Jazƒl‚, yaitu Madrasah al-Saf~r‚n‚ masih wujud di kota Fes.
Pembacaan kitab ini memiliki hujjah yang kuat di dalam Islam. Selain ia merupakan selawat yang jelas-jelas mendapat pahala membacanya berpegang pada ayat: ﭿ [12]. Selain dari itu, ada beberapa ulama yang sudah mengarang berbagai kitab yang mensyarahkan kitab ini serta meletakkan hujjah-hujjah tambahan untuk membela kesahihan beramal dengan kitab dal~|il al-Khayr~t ini; misalnya: Kitab "مطالع المسرات" oleh Muˆammad al-Mahd‚ al-F~s‚ (w. 1109 H/1698 M).
Dari sisi melazimkan untuk membacanya di kalangan umat Islam Nusantara dan Barat Islam, ia berlandaskan dari sebuah hadis Nabi Muhammad SAW: [أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قلّ][13] (Terjemahan: Sebaik-baik amalan di sisi Allah adalah yang senantiasa dilakukan walaupun sedikit). Imam Ibn Hajar al-`Asqal~n‚ (w. 852 H/1449 M) telah mengomentari hadis tersebut dengan menyatakan bahawa ia termasuk amalan yang kurang bagus (مفضول) ketika diamalkan secara konsisten adalah lebih bagus dari mengamalkan sebuah amalan yang lebih afdal (أفضل) akan tetapi tidak konsisten.[14]

2- Rangkaian Selawat Gubahan Ulama Barat Islam
Ulama Barat Islam juga tidak berhenti mengarang berbagai selawat-selawat pendek untuk diamalkan. Tidak sedikit dari selawat ini menjadi amalan umat Islam di Nusantara sehingga detik ini. Misalnya Selawat yang dikarang Shaikh `Abd al-Sal~m Ibn Mash‚sh (w. 622 H/1207 M). Selawat ini telah menjadi wirid tetap di berbagai pesantren di Indonesia, semisal Pondok Pesantren al-Zain, Ciampea, Bogor yang diasuh oleh Shaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari; Pondok Pesantren Dar al-Tauhid, Kedungsari, Purworejo yang diasuh oleh KH Thoifur Mawardi.
Selawat yang terkenal di Nusantara bahkan dunia seluruhnya lagi adalah Selawat N~riyyah yang dikarang oleh Shaikh `Ibr~h‚m bin Muˆammad bin `Al‚ al-T~z‚ (w. 866 H), yang berasal dari T~zah, Maroko. Selawat ini sangat terkenal karena mengandung tawassul[15] dengan Nabi Muhammad SAW.[16] Bahkan di Maroko, ketika ada hajat, maka selawat ini senantiasa dibacakan.
Salah satu selawat yang terkenal di Nusantara ketika membaca tahlil, yang sebenarnya sangat terkenal di Barat Islam, terutamanya ketika selesai solat dan doa bersama adalah sebuah selawat yang terkenal dinisbahkan kepada Imam Syafi'I RA. Lafaz selawat tersebut adalah: "اللهم صل أفضل صلاة على أسعد مخلوقاتك سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون".[17] Mengapa selawat ini dinisbahkan kepada Imam Syafi'I RA adalah karena ia disebut oleh Imam Syafi'I di dalam muqaddimah kitabnya yang berjudul al-Ris~lah.[18] Walaupun ada sedikit redaksi yang berbeda, ia tetap tidak merubah essensi selawat tersebut.
Terdapat lagi beberapa selawat yang terkenal di kedua benua yang berjauhan tersebut, akan tetapi memandangkan pembahasan masih perlu diperpanjang dengan membahas isu-isu penting lainnya, maka sampai sini sajalah pembahasan ini.

3- Meletakkan Sayyidina pada Nama Rasulullah SAW
Salah satu ciri khas adat umat Islam yang bermazhab Syafi'I, adalah disunnatkan menambah laqab "Sayyidina" pada nama Nabi Muhammad SAW sebagai ta|adduban, sama ada di dalam taˆiyyat akhir atau selainnya. Ini disebabkan ia merupakan pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi'I untuk melakukan hal tersebut seperti yang disebut oleh Shaikh Muˆammad MaˆfƒŒ al-Tarmas‚ (w. 1920 M).[19]
Ciri khas ini diikuti oleh penduduk muslim di Barat Islam, bahkan mereka menggunakan fatwa tersebut untuk meletakkan laqab "Sayyidina" dalam azan dan iqamah sekalipun. Salah seorang al-™~fiŒ Maroko yang bernama Aˆmad bin Muˆammad bin al-^idd‚q al-Ghum~r‚ (w. 1960 M) mengarang kitab khusus dalam hal ini untuk mengukuhkan pendapat mazhab Syafi'I, sehingga tersebarlah di berbagai daerah di Maroko, umat Islam mengumandangkan laqab "Sayyidina" sebelum nama junjungan Nabi Muhammad SAW.[20]

4- Membaca al-Qur'an Berjamaah
Di Nusantara, sebuah rutinitas masyarakat NU adalah membaca al-Qur'an atau surah-surah penting seperti Y~s‚n, al-Khafi, dan lain-lain secara berjamaah (bersama-sama). Budaya ini berlaku pada berbagai situasi, sama ada pada malam-malam penting seperti malam Jumaat, pada hari kejadian seperti wafatnya seseorang dan lain-lain.
Bagi masyarakat Nusantara, ia bukan menjadi masalah kerana Imam Nawawi dari mazhab Syafi'I sendiri telah menegaskan bahawa ia adalah sunnat,[21] bahkan berasal dari hadis Nabi Muhammad SAW: [ما اجتمع قوم فى بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة][22] (Terjemahan: Tidak akan kumpul sebuah kaum di dalam rumah dari rumah-rumah Allah sambil membaca kitab Allah dan bertadarus di antara mereka kecuali Allah menurunkan kepada mereka ketenangan).
Berbeza dengan Barat Islam, karena mereka bermazhab Maliki. Sedangkan mazhab Maliki, hukum membaca al-Qur'an berjamaah adalah makruh seperti yang diriwayatkan Imam Abƒ |Isˆ~q al-Sh~\ib‚ (w. 790 H) dari Imam Malik (w. 179 H).[23] Maka sepatutnya, amalan membaca al-Qur'an berjamaah tidak berlaku di Barat Islam.
Akan tetapi, pada zahirnya berbeza. Umat Islam di Barat Islam memiliki adat yang sudah berkurun, yaitu membaca al-Qur'an berjamaah sama ada di masjid setelah solat Maghrib, atau di pesantren-pesantren traditional (المدرسة العتيقة) pada setelah Subuh, atau ketika acara pesta perkahwinan dan juga ziarah takziah kewafatan (besuk).[24] Demi mengukuhkan amalan ini yang telah membantu santri-santri Maroko menghafal al-Qur'an dan mengulang hafalannya dengan baik, maka Majlis Ilmi Kerajaan Maroko (seperti badan fatwa rasmi negara) telah mengeluarkan sebuah kitab membela amalan ini dari fitnah-fitnah kelompok yang tidak suka dengan istilah bid`ah ˆasanah. Kitab itu berjudul "القراءة الجماعية والحزب الراتب في المغرب"  yang disusun oleh Dr. `Abd al-H~d‚ i-™am‚tƒ.

5- Tahlil dan Menghadiahkan Pahala kepada Mayyit
Isu menghadiahkan pahala bacaan al-Qur'an atau tahlil kepada mayyit adalah sebuah amalan yang telah dilakukan oleh umat Islam sejak dahulu hingga sekarang, bahkan di hujung Timur sampailah hujung Barat. Hujjah untuk mendukung amalan ini sangat banyak.[25]
Di Indonesia adalah biasa dengan mengadakan acara tahlilan. Sedangkan di Barat Islam juga adat ini biasa. Ada yang membaca Yasin seperti lazimnya di Nusantara, ada yang memilih untuk membaca surah al-|Ins~n. Ada yang berjamaah, ada juga yang tidak. Malah ulama Maroko yang terkenal sebagai penutup para fuqah~| Maghribi yaitu Sidi Muˆammad al-Mahdi bin Muˆammad al-™assan‚ al-Wazz~n‚ al-F~s‚ (w. 1342 H) berpendapat bahawa pembacaan tahlil sama ada berjamaah atau sendirian ia adalah merupakan syafa'at kepada mayyit tersebut, maka syafa'at jelas diterima secara syarak. Maka tahlil yang dibacakan kepada jenazah tersebut adalah menempati tempatnya sedekah dan doa kepada mayyit.[26]

Pembahasan tradisi amalan dalam Ibadah tentunya pembahasan yang sangat panjang. Kalau ingin disenaraikan semua amalan tersebut, nescaya tidak cukuplah pada kesempatan yang sempit ini. Semoga 5 isu penting ini sudah dapat memberi gambaran global kepada pembaca agar keraguan yang melanda pada hati umat Islam di Nusantara dapat segera hilang.



Bertasawuf Dan Bertarikat
Tarikat tasawuf dan ilmu tasawuf itu sendiri telah banyak menyumbang umat Islam di Nusantara, juga di Barat Islam. Di Nusantara khususnya, Islam masuk dengan pendekatan sufi dan tasawuf. Misalnya, Shaikh Abdullah Arif (pendakwah sekitar tahun 567 H/1177 M di Acheh Sumatra) adalah murid kepada Shaikh Abd al-Q~dir al-Jayl~n‚ RA, maka sudah tentunya beliau membawa Tarikat Q~diriyyah. Bahkan, beliau juga adalah pengarang kitab tasawuf pertama di Nusantara yang berjudul "Baˆru al-L~hƒt".[27]
Belum lagi kalau ditinjau, Shaikh ™amzah al-Fansƒri (w. s. 1016 H/1607 M) seorang ulama sufi Melayu yang menganut Tarikat Q~diriyyah.[28] Shaikh Abd al-Rauf Sinkil (w. 1105 H/1693 M) yang telah menyebarkan Tarikat Sha\~riyyah di Nusantara sehingga menjadi tarikat terbesar sebelum datangnya Tarikat Q~diriyyah wa Naqshabandiyyah (TQN) yang dibawa dan digabungkan oleh Shaikh Aˆmad Kha\‚b bin `Abd al-Ghaff~r al-Samb~s‚ (w. 1289 H/1872 M).[29]
Bahkan untuk mengomodasi semua tarikat-tarikat tersebut dan menjaga amalannya agar tidak sampai tersesat ke ajaran Kebatinan atau Kejawen, maka Nahdlatul Ulama (NU) telah membuat sebuah organisasi besar yang memayung semua tarikat yang muktabar. Organisasi ini adalah Jam`iyyah Abli al-œar‚qah al-^ƒfiyyah al-Mu`tabarah al-Nah‡iyyah yang di pimpin oleh Habib Luthfi, Pekalongan.
Ini berbeda dengan Barat Islam yang justru pusat tumbuhnya tarikat sufi, sejak dahulu lagi. Bahkan tarikat yang diasaskan di sana justru berhasil menduniya. Siapa tidak kenal Shaikh `Abd al-Sal~m Ibn Mash‚sh (w. 622 H/1207 M) guru kepada pengasas Tarikat Sh~dhiliyyah yaitu Abƒ al-™assan al-Sh~dhil‚ (w. 656 H/1258 M). Belum lagi tarikat-tarikat lainnya yang tersebar di seluruh dunia bahkan sampai ke hujung Timur yaitu Nusantara.

1- Tarikat Sh~dhiliyyah
Tarikat yang dipelopori oleh Abƒ al-™assan al-Sh~dhil‚ ini tidak hanya tersebar di  Barat Islam, bahkan ia terkenal di Indonesia dan serata Nusantara. Di Nusantara, tarikat ini dibawa oleh Shaikh Wan D~wud al-Fa\~n‚ (w. 1847 M), ulama terkenal dari Selatan Thailand, Pattani dan mengajar di Masjid al-Haram, Mekkah. Selain itu, ia dikembangkan oleh Tuan Guru Abd al-^amad bin Abdillah Pulau Condong (w. 1874 M), di daerah Kelantan, Malaysia.[30]
Tarikat ini juga tersebar melalui wiridnya yang terkenal yaitu Hizib Baˆr, dan Hizib al-Kab‚r. Sedangkan ilmu tasawuf yang dibawa melalui tarikat ini adalah kitab al-™ikam al-`A\~|iyyah yang terkenal.[31]

2- Tarikat Aˆmadiyyah
Tarikat ini dipelopori oleh Sidi Aˆmad bin Idr‚s (w. 1837 M) yang berasal dari Fes, Maroko. Beliau adalah keturunan Rasulullah SAW melalui jalur Sayyidina ™assan RA. Tarikat ini tersebar luas di Nusantara, Malaysia khususnya.[32]
Pada akhir-akhir ini, tarikat ini tersebar di Malaysia dan Riau, Indonesia melalui cabangnya yaitu Tarikat Sanƒsiyyah yang dibawa oleh seorang pendakwah Malaysia yang bernama Shaikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin. Beliau membuka sebuah yayasan pendidikan Islam dari teka sampai perguruan tinggi dengan nama Sofa Education Group. Institusi beliau terdapat di berbagai daerah di Malaysia, juga di Riau, Indonesia.[33]
Sofa Education Group adalah sebuah institusi yang terkenal dalam menyebarkan Ahli Sunnah Wal Jamaah di Malaysia dan Nusantara secara umumnya, selain membela keluarga besar Ahli Sunnah Wal Jamaah dari serangan musuhnya.

3- Tarikat Tij~niyyah
Ini adalah sebuah tarikat yang dipelopori oleh Sidi Aˆmad al-Tij~n‚ (w. 1815) di kota Fes. Tarikat ini adalah termasuk tarikat terbesar di seluruh dunia, terutama di benua Afrika.
Sedangkan di Nusantara, tarikat ini tersebar di Indonesia. Ia juga telah diakui oleh Jam`iyyah Abli al-œar‚qah al-^ƒfiyyah al-Mu`tabarah al-Nah‡iyyah sebagai tarikat yang muktabar dan boleh diamalkan oleh warga NU sesuai dengan Hasil Keputusan Muktamar NU ke-3 di Surabaya pada tanggal 28 September 1928.[34]

Ini adalah beberapa tarikat dari Barat Islam yang sangat berpengaruh di Nusantara, terutamanya warga Nahdlatul Ulama di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan ada tarikat-tarikat lain yang sudah memiliki pengikut di Nusantara, semisal Tarikat Bƒdsh‚shiyyah Q~diriyyah dari Maroko, yang sekarang dipimpin oleh Shaikh Sidi ™amzah bin al-`Abb~s yang berumur 92 tahun. Tarikat ini memiliki pengikut beratus ribu orang dari seluruh dunia.[35]



Adat Masyarakat
Sedangkan budaya dan adat masyarakat, ternayata terdapat beberapa persamaan yang tidak dapat ditolak lagi.

1- Selamatan Kematian (Kenduri Arwah)
Adat ini yang selalu dijadikan wacana untuk menolak amalan NU yang kononnya bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Padahal ulama sudah lama membahas isu ini dan menjawabnya. Ini berdasarkan sebuah hadis tentang ada perempuan yang ditinggal mati keluarganya, lalu mengundang Rasulullah SAW ke rumah duka, setelah dikuburkan jenazahnya. Lalu dihidangkan makanan untuk Rasulullah SAW dan para sahabatnya, dan mereka memakannya.[36] Berdasarkan ini, Shaikh Muˆammad bin Muˆammad al-Kh~dim‚ (w. 1763 M) menyatakan bolehnya bagi ahli keluarga untuk menghidang makanan dan mengajak manusia untuk berkumpul di rumah duka.[37]
Di Barat Islam pula, budaya selamatan kematian adalah sebuah adat yang wajar dilakukan. Banyak sekali keluarga yang kehilangan, menerima tamu takziah, dan menyediakan makan dengan niat sedekah untuk dihadiahkan pahalanya kepada si mayyit. Tradisi ini dikenal dengan istilah "عشاء الوالدين". Mantan Mufti Saudi Arabia, Shaikh `Abd al-`Az‚z bin B~z RH (w. 1999 M) telah mengeluarkan fatwa akan diperbolehkannya amalan ini.[38] Perkara ini diperbolehkan walaupun dengan mengadakan majlis takziah khusus untuk si mayyit pada hari-hari duka seperti 3 hari pertama, maka dibenarkan untuk menumpang di rumah tersebut bagi keluarga yang agak jauh, selagi tidak mengambil dari harta warisan anak yang masih kecil, kerana ini akan masuk dalam keharaman makan harta anak yatim. Tentunya kalau mayyit yang mewasiatkan sebanyak kurang dari 1/3 harta waris, maka tidak menjadi masalah. Shaikh `Abd al-`Az‚z bin B~z RH juga termasuk yang mengeluarkan fatwa ini.[39]
Seorang ulama berwibawa dari Nusantara, Imam Nawaw‚ Banten (w. 1897 M) berpendapat bahawa bersedekah untuk dihadiahkan kepada mayyit adalah dituntut syariat.  Ia tidak terkait sebanyak 7 hari, atau lebih atau kurang. Bahkan menurut beliau, menetapkan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari hanyalah adat yang boleh dilakukan sebagaimana yang difatwakan Shaikh Sayyid Aˆmad Daˆl~n (w. 1886 M). Maka tidak ada masalah juga membuat acara haul memperingati kewafatan seseorang pada setiap tahunnya.[40]

2- Perayaan Maulid (Mauludan)
Tradisi Ahli Sunnah Wal Jamaah yang paling kental adalah mencintai Rasulullah SAW. Salah satu dari bentuk kecintaannya adalah dengan mengadakan sebuah tradisi yang baik, yaitu perayaan maulid Nabi. Perayaan ini tidak hanya terkenal di Barat Islam, sebagai suatu tempat yang diadatkan sejak pertengahan abad ke 6 Hijriyah oleh al-Q~‡‚ Aˆmad bin Muˆammad al-`Azaf‚ al-Sib\i (w. abad ke 6 H) dan anaknya al-Q~‡‚ Abƒ al-Q~sim Muˆammad al-`Azaf‚ al-Sib\i (w. awal abad ke 7 H), sebagaimana dinyatakan oleh Guru Besar Universiti Zaytunah: Shaikh Muˆammad al-œ~hir Ibn `Ashƒr (w. 1973 M);[41] bahkan juga dirayakan di seluruh pelusuk dunia termasuk Nusantara!
Oleh itu, kebanyakan ulama ketika menyebut perayaan maulid, mereka tidak menamakan dengan "العيد" (lebaran dalam konteks ibadah), akan tetapi "الاحتفال" (perayaan dalam konteks adat); agar tidak disangka bahawa perayaan maulid adalah termasuk ibadah baru atau hari lebaran baru selain dari lebaran puasa dan kurban.[42]
Ulama yang berpendapat bahawa perayaan maulid adalah boleh (mub~ˆ) adalah banyak sekali. Kebanyakan mereka berpegangan pada hadis riwayat Sayyidina `Umar Ibn al-Kha\\~b ketika Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Isnin, maka jawab beliau: "Itu adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus"[43].[44]
Kalau ditelusuri, hujjah bagi yang mengharamkan tidak lain tidak bukan adalah kerana ia adalah bid'ah menurut mereka. Untuk menjawab ini, Imam al-Suyƒ\‚ (w. 911 H) berpendapat bahawa amalan bermaulid sebenarnya tidak bertentangan dengan al-Qur'an, sunnah, athar, dan ijmak sama sekali! Maka oleh itu, ia bukanlah sesuatu yang dianggap keji. Malah ia adalah yang dianggap baik yang tidak berlaku pada kurun pertama. Tentunya ia adalah tergolong daripada bid'ah yang disunnatkan seperti pembahagian bid'ah kepada lima hukum takl‚f‚ oleh Sultan Ulama `Izzu al-Din bin `Abd al-Sal~m (w. 660 H).[45]
Berbalik kepada isu bid'ah, sebenarnya isu ini tidak perlu untuk dibahas lagi, kerana kitab yang menjelaskan tentangnya sudah terlalu banyak, dan ulama sudah mengeluarkan hukum tentangnya sudah sekian lama, sejak Imam Sh~fi`I RA lagi yang berkata: [Perkara baru dari beberapa perkara ada dua: 1) sesuatu yang diada-adakan yang bertentangan dengan al-Qur'an atau sunnah atau athar atau ijmak. Maka ini adalah bid'ah yang sesat! 2) sesuatu yang diada-adakan datang dari perkara yang baik, dan ia tidak bertentangan sama sekali dengan salah satu dari perkara ini, maka ia adalah bid'ah yang tidak dianggap keji].[46]
Di dunia kontemporer ini, telah datang sebuah kitab yang sangat mendalam membahas isu bid'ah dengan pendekatan yang sangat adil dan ilmiah. Tidak menyebelah mana-mana pihak, akan tetapi menukilkan beberapa fatwa-fatwa ulama kontemporer yang secara jelas mengumumkan bahawa mereka memilih mazhab yang menyempitkan makna bid'ah. Lalu beliau membuktikan dari seluruh fatwa itu; bahwa para mufti mazhab yang menganggap semua bid'ah adalah sesat dan termasuk perayaan maulid adalah bid'ah yang jelek, telah terjadi banyak pertentangan antara fatwa-fatwa mereka dalam satu permasalahan, sehingga membuktikan bahawa mazhab yang menyempitkan makna bid'ah kepada satu yaitu pasti jelek adalah mazhab yang tidak sesuai untuk dipegang. Buku ini adalah berjudul "مفهوم البدعة وأثره في اضطراب الفتاوى المعاصرة" yang dikarang oleh ulama muda dari al-Aˆs~|, Saudi Arabia; Dr. `Abd al-Ilah bin ™usayn al-`Arfaj. Sampai detik ini, belum ada kitab mazhab yang menyempitkan makna bid'ah, yang dapat meruntuhkan hujjah beliau setelah beliau menjawab Sayyid `Alaw‚ bin `Abd al-Q~dir al-Saqq~f yang mengarang kitab untuk menolak beliau pertama kali dengan judul "كل بدعة ضلالة".
Pada kesempatan ini, dilampirkan jadual dari jenis-jenis perkara yang dibid'ahkan oleh mazhab yang sempit ini, lalu terjadinya konfiusi antara mufti-mufti mereka sehinggakan memberi kesimpulan bahawa mazhab mereka tidak konsisten, atau paling tidak, isu bdi'ah bukanlah isu akidah yang wajib diperangi habis-habisan sehingga dengan mudah memandang negatif terhadap pecinta maulid nabi:[47]
Hukum

Perkara yang Baru
Bid’ah atau Tidak Ada Hukum Asal bagi nya atau Menjauhi
Disyariatkan atau Boleh

Majlis Ta’ziyah
Ibnu Utsaimin dan Al fauzan dan Al-Albani
Ibn baz dan Ibnu Jibrin

Selamatan Kematian
Ibnu Utsaimin
Ibnu baz , Ibnu Jibrin dan Al Fauzan

Pengkhususan hari Jum’at untuk ziyarh kubur
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan
Ibnu Jibrin

Menjadikan masjid untuk berdzikir
Al Fauzan dan Al-Albani
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Ibnu Jibrin

Mengulang-ulang umroh di bulan Romadhon

Ibnu Utsaimin
Ibnu baz , Al fauzan dan Majelis Fatwa Saudi

Doa penutup dalam Sholat
Al-Albani , Bakar Abu Zaid dan Ibnu Utsaimin
Ibnu Baz , Ibnu Jibrin , Al fauzan dan Ibnu Utsaimin

Memulai perayaan acara dengan membaca Al Quran
Bakar Abu Zaid , Afifi dan Ibnu Utsaimin
Al Fauzan dan Al-Albani

Menganggukkan anggota badan  saat pembacaan Al Qur’an
Bakar Abu Zaid dan Majelis Fatwa Saudi
Ibnu Utsaimin

Membaca dengan mushaf dalam sholat
Al- Albani
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin dan Al Fauzan

Perayaan para penghafal Al Qur’an
Al-Albani dan Majelis Fatwa Saudi
Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan

Mencium Mushaf Al Qur’an yang mulia
Ibnu Utsaimin , Al-Albani dan Majelis Fatwa Saudi
Ibnu Baz dan Al Fauzan
Relung Masjid
Al- Albani
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Al Fauzan dan Majelis Fatwa Saudi

Menggambar khot di atas langit-langit masjid
Al-Albani
Ibnu Utsaimin , Al Fauzan , Afifi dan Majelis Fatwa Saudi

Diam nya imam setelah membaca Al Fatihah
Al-Albani dan Al Fauzan
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan dan Majelis Fatwa Saudi

Mengepalkan kedua tangan setelah ruku’
Al-Albani
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan
Sholat Qiyamul lail pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan
Saya tidak mengetauhi
Ibnu Utsaimin dan Ibnu Jibrin
Penambahan sebelas rokaat di Sholat malam bulan Ramadhan
Al-Albani
Ibnu Baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin dan Al Fauzan
Pembagian Sholat Tarawih pada sepuluh hari akhir dari bulan Ramadhan
Al-Albani
Saya tidak mengetauhi
Memanjangkan jenggot sampai kepalan tangan
Al-Albani
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin , Ibnu Jibrin dan Al Fauzan
Forum memulyakan ulama
Saya tidak mengetauhi hukum tersebut haram

Perayaan atau ucapan selamat tahun baru Hijriyah
Al Fauzan
Ibnu baz , Ibnu Utsaimin dan Jibrin
Penyaringan tanggal yang dibatasi untuk menjelaskan pada kesempatan yang ditentukan
Al Fauzan
Ibnu Utsaimin

Setelah itu, beliau berusaha memberi gambaran rasionalisasi isu bid'ah dengan permasalahan maulid nabi, solat malam, dan selamatan kematian:[48]
Perkara Baru
Judul
Maulid Nabi
Sholat Malam
Selamatan Kematian
Apakah Rasulullah SAW Melakukannya?
Nabi Muhammad SAW tidak melaksanakannya
Apakah Ulama Salaf Melakukannya?
Ulama salaf tidak melakukannya
Kapan ia didirikan?
Orang yang mencegah berkata: "Perkara ini telah dilaksanakan pada bulan Rabi'u al-Awal setiap tahunnya"

Orang yang membenrkannya:
"Tidak semestinya harus pada bulan Rabi'u al-Awal, bahkan meninggalkanya tidak menyebabkan haram”
Telah terlaksana pada saat sepuluh akhir bulan Ramadhan
Telah terlaksana sejak wafatnya salah satu ayah dari para sahabat
Apakah tidak terdapat perkara yang mencegahnya?
Orang yang mencegah berkata: "Tidak ditemukan perkara yang mencegahnya"
Orang yang melarang ada pada saat Nabi Muhammad SAW hidup, tetapi hilang setelah  Nabi wafat
Tidak ditemukan perkara yang mencegahnya seperti orang yang rugi untuk melakukannya
Apakah terdapat dalil umum?
Nabi Muhammad SAW ditanya puasa hari senin, lalu beliau bersabda "Hari itu hari dimana saya dilahirkan, saya diutus dan diturunkan kepadaku (Al-Quran) pada hari itu"
Aisyah RA berkata: "Nabi Muhammad SAW bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang tidak dilakukan pada waktu selainnya"

Hadis-hadis: Tentang sedekah kepada mayit, berbuat baik kepada orang tua setelah mereka wafat
Apakah ada dalil khusus?
Tidak terdapat dalil khusus yang menyebut tentang perkara ini yang biasa dilakukan dengan cara ini pada zaman sekarang
Kapan waktu pelaksanaannya?
Biasanya tanggal 12 bulan Rabi'u al-Awal
Sepuluh terakhir bulan Ramadhan
Sebulan setelah wafat atau dua bulan atau pada bulan Ramadhan
Apakah perkara yang serupa dengannya dalam pelaksanaannya?
Maulid adalah perkumpulan yang disunnahkan atas dasar taat kepada Allah
Sholat malam adalah sholat yang berubah keadaannya yang biasa dituntut
Selametan adalah acara menyembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang mana tidak diakukan oleh salaf

Dari jadual ini, sudah sangat jelaslah bahawa adat perayaan maulid yang diamalkan umat Islam seluruh dunia adalah tidak menyalahi syariat Islam sama sekali. Bahkan bagi mereka yang terlalu berpandangan negatif terhadapnya, tidak memiliki hujjah yang kuat serta konsistan dengan metodologi mereka sendiri.

3- Ziarah Kubur
Tradisi umat Islam Nusantara yang melakukan ziarah ke kuburan orang tua pada hari lebaran pertama, atau juga wisata religi dengan melakukan ziarah wali songo, atau ziarah ke makam pengasuh-pengasuh pondok sekitar Jawa dan juga di daerah lain adalah tidak lain mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW: "Aku pernah melarang kalian menziarahi kubur, maka ziarahilah ia (sekarang)!".[49]
Budaya ini juga sangat hidup di Barat Islam. Bagaimana tidak? terdapat banyak sekali wali-wali agung di Barat Islam hapir di semua kota-kota ilmu, seperti Qayrawan, Tilimsan, Fes, Tangier, Rabat, Marakesh, Sous, Zarhoun, dan lain-lain. Mereka juga memiliki musim-musim tertentu untuk melakukan ziarah tersebut, dan berkumpulah umat Islam di sana dengan sama-sama memanjatkan doa kepada sang wali.[50] Hukum menziarahi kubur dan apa sahaja yang berkaitan dengannya banyak dibahas oleh seorang ahli hadis kontemporer dari Mesir; Shaikh Dr. Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ, dengan kitabnya berjudul: "كشف الستور عما أشكل من أحكام القبور".
Dalam kitab itu juga terdapat hujjah-hujjah budaya umat Islam Nusantara yang meletakkan bunga dan menyirami air di kuburan agar meringankan siksaan kubur mayyit tersebut.[51]
Selain isu ziarah kubur yang selalu dibankitkan, terdapat sebuah isu yang berkaitan dengannya yang selalu dijadikan alasan untuk mengharamkan ziarah kubur oleh orang-orang yang berfahaman ekstrimis. Isu tersebut adalah tawassul dan istighasah.
Untuk menanggapi permasalahan ini, perlu diketahui bahawa isu tawassul dan istighasah kepada orang yang sudah wafat; telah lama selesai, dan ulama tidak dapat menemukan kata sepakat melainkan mengakui bahawa ia adalah perkara khilaf!
Salah seorang ulama besar ilmu hadis Maroko, Shar‚f Muˆammad bin Ja`far al-Kitt~n‚ (w. 1345 H) telah mengarang sebuah kitab khusus mengumpulkan nama dan sejarah serta karomah ulama-ulama dan para wali yang dikubur di kota Fes. Di dalam kitab itu, beliau telah meletakkan sebuah bab khusus membahaskan adab-adab menziarah kubur di awal kitabnya.
Beliau ditanya yang mana lebih kuat: pertolongan wali yang hidup atau yang telah wafat? Maka beliau menjawab dengan menukil pendapat ulama lain seperti Shaikh Zarƒq (w. 899 H) bahawa pertolongan yang telah wafat itu lebih kuat dibandingkan dengan yang masih hidup, karena mereka sudah tidak memiliki keperluan duniawi seperti perasaan, kepentingan dan lain-lain. Selain itu, banyak ulama sepakat bahawa karomah Allah kepada wali-Nya tidak akan terputus dengan kamatian mereka.[52]
Hujjah beristighasah ini memiliki landasan yang kuat dari sebuah athar yang disahihkan oleh ulama-ulama besar dalam ilmu hadis. Ia adalah: "Ketika manusia dilanda kemarau di zaman `Umar, maka datanglah seorang lelaki ke kuburan Nabi SAW lalu berkata: Ya Rasulallah! Mintalah hujan untuk umatmu! Kerana mereka benar-benar sudah hancur! Maka datanglah Rasulullah SAW kepada lelaki tersebut dalam mimpinya, dan dikatakan padanya: Pergilah bertemu `Umar, dan bacakanlah salam untuknya, dan kabarkan padanya bahawa sesungguhnya kalian semua akan disirami hujan. Dan katakan padanya: Engkau harus pintar! Engkau harus pintar! Maka lelaki tersebut pun mendatangi `Umar dan mengkabarkannya, maka beliau pun menangis lalu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak cuai kecuali apa yang aku tidak mampu melakukannya".[53] Athar ini menurut ulama adalah sahih, bahkan tidak sedikit ahli hadis yang mensahihkannya.[54]
Malah, hujjah bertawassul dan beristighasah dengan orang yang telah wafat memiliki sandaran yang banyak dari hadis-hadis yang sahih dan hasan. Sekali lagi Dr. Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ telah mengarang sebuah kitab yang lengkap mentakhr‚j hadis-hadis tersebut, dan kebanyakannya dihukum sahih. Kitab tersebut berjudul: "رفع المنارة لتخريج أحاديث التوسل والزيارة".

4- Kumpulan Wali
Di Nusantara, semuanya kenal dengan wali songo, yaitu 9 wali yang berhasil menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.[55] Maqam-maqam para wali itu juga diziarahi oleh umat Islam dari berbagai daerah pelosok Nusantara.
Perkara ini berlaku juga di Barat Islam. Di Maroko, terkenal dengan sab`ah al-rijal (wali 7) di kota Marakesh. Mereka dianggap sebagai wali yang membuat kota tersebut terkenal dan masuk dalam lembaran sejarah, sehingga dikatakan, Marakesh adalah kota sab`ah al-rijal.[56] Oleh sebab itu, di Maroko ada sebuah istilah lain: "Kalau Timur itu adalah bumi anbiya', maka Barat adalah bumi auliya'".[57]
Alasan mengapa dinamakan sab`ah al-rijal adalah karena sudah menjadi adat bagi mereka untuk melakukan ziarah wali tersebut dengan tertib ini dan karena mereka adalah diibaratkan seperti gunung atau tiang pondasi bagi negeri itu.[58] Mungkin istilah yang lebih akrab dengan masyarakat di Nusantara adalah seperti paku bumi negeri itu.
Pembahagian wali seperti sab`ah al-rijal bukanlah sebuah perkara yang tidak lazim, karena terdapat banyak hadis yang membagi para wali kepada wali abd~l, nujab~|, awt~d, dan qutb. Malah seorang ulama hadis yang agung, Imam al-Suyƒ\‚ RH telah mengarang sebuah kitab khusus menjelaskan ini: "الخبر الدال على وجوب القطب والأوتاد والنجباء والأبدال".[59]

Berikut tadi adalah beberapa butir persamaan adat masyarakat Islam di Nusantara dan Barat Islam. Ini menunjukkan bahawa budaya Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah tidak jauh berbeza.



Penutup
Berdasarkan dari pembahasan yang telah diutarakan tadi, maka jelas sekali bahawa Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah yang dianut di Nusantara umumnya, dan Nahdlatul Ulama khususnya; bukanlah sebuah model yang terasing (ghar‚b) di sisi syariat Islam. Ini dikarenakan ia diasaskan berdasarkan hujjah-hujjah dari pendapat ulama dari berbagai tanah Islam, selain semuanya bersumberkan al-Qur'an, sunnah, qias dan ijmak.
Ini juga bukti bahawa akidah yang dianut mayoritas umat muslimin di seratau dunia adalah sama dengan akidah yang dipegang Nahdlatul Ulama, yaitu akidah Asy'ari atau Maturidi, berfiqhkan salah satu dari mazhab 4, dan bertasawufkan Imam al-Junayd al-Baghd~d‚ dan Imam al-Ghaz~l‚.
Lebih dari itu, Nahdlatul Ulama juga berpegang pada manhaj moderat, dengan tidak mudah menuduh kafir, sesat, bid'ah, syirik, serta mengeluarkan seseorang dari Ahli Sunnah Wal Jamaah. Berbeda dengan golongan yang terlalu mudah menghukum kafir, sesat, bid'ah, syirik, dan mengeluarkan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah, seperti golongan yang terlalu sempit memahami makna bid'ah. Terlalu keras menghukum syiriknya seseorang. Terlalu mudah melihat kebenaran mutlak hanya ada pada kelompok mereka, tidak pada kelompok lain. Nescaya, hanya sedikit dari umat Islam yang selamat di sisi mereka.



Daftar Pusaka

1.                  `Abd al-^amad, Muˆyi al-D‚n.  al-™ujaj al-Qa\`iyyah f‚ ^iˆˆah al-Mu`taqad~t wa al-`amaliyy~t al-Nah‡iyyah. Surabaya: Khalista, 2007 M.
2.                  Abdullah, Abdul Rahman Haji.  Pemikiran Umat Islam di Nusantara Sejarah dan Perkembangannya Hingga Akhir Abad ke 19. Kuala Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka, 1990 M.
3.                  Abdullah, Hawash. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara. Surabaya: al-Ikhlas, 1930 M.
4.                  Acheh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani, 1993 M.
5.                  al-`Arfaj, `Abd al-Ilah. Mafhƒm al-Bid`ah wa Atharuhu f‚ I‡\ir~b al-Fat~w~ al-Mu`~‰irah. Amman: D~r al-Fatˆ, 2012 M.
6.                  Ibn `Ashƒr, Muˆammad al-œ~hir. Qi‰ah al-Mawlid. ed.: Dr. Muˆammad ^al~ˆ al-D‚n al-Mist~w‚. t.t.: t.p, t.t..
7.                  al-`Asqal~n‚, Aˆmad bin ™ajar. Fatˆ al-B~r‚ Sharˆ ^aˆ‚ˆ al-Bukh~r‚. Cairo: D~r al-™ad‚th, 2004 M.
8.                  al-B~rƒˆ‚, Sulaym~n bin `Ibr~h‚m. al-œuruq al-^ƒfiyyah f‚ M~l‚ziy~. Seremban: Majlis Fatwa Negeri Sembilan, 2002 M.
9.                  Ibn Ba\ƒ\ah, Muˆammad bin `Abdillah. Riˆlah Ibn Ba\u\ah. ed.: Prof. Dr. `Abd al-H~d‚ al-T~z‚. Rabat: Ma\bƒ`~t `Ak~d‚m‚yyah al-Mamlakah al-Maghribiyyah, 1997 M.
10.             al-Bayhaq‚, Aˆmad bin al-™usayn. Man~qib al-Sh~fi`‚. ed.: al-Sayyid Aˆmad ^aqar. Cairo: Maktabah D~r al-Tur~th, 1970 M.
11.             al-Falimb~n‚, Muˆammad Mukht~r al-D‚n. Bulƒgh al-`Am~n‚. Jeddah: D~r al-Qutaybah, 1988 M.
12.             al-F~s‚, `Abd al-Raˆman bin `>sy‚r. al-Murshid al-Mu`‚n. Cairo: D~r al-Fa‡‚lah, 2005 M.
13.             al-F~s‚, Muˆammad al-Mahdi bin Muˆammad al-™assan‚ al-Wazz~n‚. Taqy‚d f‚ Jaw~z Tashy‚` al-Jan~zah bi al-Hailalah wa al-Zikr wa Raf`I al-^awt bihim~. ed.: Hish~m bin Muˆammad ™ayjar al-™assan‚. Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thah, 2011 M.
14.             al-Fihr‚, Abƒ ™~mid Muˆammad al-`Arab‚ bin Yƒsuf al-F~s‚. Mir`~t al-Maˆ~sin. ed.: Dr. Muˆammad ™amzah bin `Al‚ al-Kitt~n‚. Casablanca: Markaz al-Tur~th al-Thaq~f‚ al-Maghrib‚, 2008 M.
15.             Ghoni, Afrokhi Abdul Ghoni, Afrokhi. Buku Putih Kyai NU. Surabaya: Laa Tasyuk Press, 2010 M.
16.             al-Ghum~r‚, Aˆmad bin Muˆammad bin al-^idd‚q. Tashn‚f al-Adh~n bi Adillati Istiˆb~b al-Siy~dah `Inda Ismihi fi al-^al~t wa al-Iq~mah wa al-Adh~n. ed.: Dr. `Al‚ Jum`ah Muˆammad. Cairo: D~r Jaw~mi` al-Kalim, 2002 M.
17.             al-Ghum~r‚, `Abdullah bin al-^idd‚q. al-I`l~m bi anna al-Ta‰awwuf min Shar‚`ati al-Isl~m. ed.: œ~riq al-`Alam‚. Oujda: Markaz al-Im~m al-Junayd, 2014 M.
18.             `Ibr~h‚m, Muˆammad Zak‚.  Fiqh al-^alaw~t wa al-Mad~`iˆ al-Nabawiyyah. Cairo: al-`Ash‚rah al-Muˆammadiyyah, 2011 M.
19.             Jam~`ah min al-As~tizah. al-œar‚qah al-Q~diriyyah al-Bƒdsh‚shiyyah. Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thiyyah, 2009 M.
20.             al-J~w‚, Muˆammad Nawaw‚ bin `Umar. Nih~yah al-Zayn. ed.: `Abdullah Maˆmƒd Muˆammad `Umar. Beirut: D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2002 M.
21.             Jum`ah, `Al‚. al-Mutashadidƒn. Cairo: D~r al-Muqa\\am, 2012 M.
22.             al-Kh~dim‚, Muˆammad bin Muˆammad. al-Bar‚qah al-Maˆmƒdiyyah. Beirut: D~r Ihy~| al-Kutub al-`Arabiyyah, t.t..
23.             al-Kitt~n‚, Muˆammad bin Ja`far. Salwah al-Anf~s wa Muˆ~dathah al-Aky~s. ed.: ™amzah bin Muˆammad al-Kitt~n‚. Casablanca: D~r al-Thaq~fah, 2004 M.
24.             Lajnah Bahtsul Masail NU. Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Keputusan Muktamar Munas dan Konbes NU 1926-2010. Surabaya: Khalista, 2011 M.
25.             al-M~lik‚, Muˆammad bin `Alaw‚. ™awl al-Iˆtif~l bi Zikr~ al-Mawlid al-Nabaw‚. Beirut: al-Maktabah al-`A‰riyyah, 2010 M.
26.             Mamdƒˆ, Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad. Kashf al-Sutƒr `Amm~ Ashkala min Aˆk~m al-Qubƒr. Cairo: al-Maktabah al-Azhariyyah, 1429 H.
27.             --------. Raf`u al-Man~rah li Takhr‚j al-Aˆ~d‚th al-Tawassul wa al-Ziy~rah. Cairo: al-Maktabah al-Azhariyyah, 2006 M.
28.             al-Mur~kush‚, `Abb~s bin Ibr~h‚m. IŒh~r al-Kam~l f‚ Tatm‚m Man~qib Sab`ah Rij~l. ed.: Dr. Idr‚s al-Shirw~\‚. Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M.
29.             al-Nawaw‚, Yaˆy~ bin Sharaf. al-Tiby~n f‚ >d~b ™amlati al-Qur`~n. ed.: Muˆammad al-™ajj~r. Beirut: D~r Ibn ™azm, 1996 M.
30.             al-Sh~fi`‚, Muˆammad bin Idr‚s. al-Ris~lah. ed.: Aˆmad Sh~kir. Beirut: D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.t..
31.             Shalb‚, Ra`ƒf. al-`Islam f‚ Arkhab‚l al-Mal~yƒ. Kuwait: D~r al-Qalm, t.t..
32.             Shih~b, `Alaw‚ `Abd al-Raˆman. al-Ta‰awwuf al-`Isl~m‚ wa |Atharuhu f‚ al-Ta‰awwuf al-|Indƒn‚s‚ al-Mu~‰ir. Risalah Doktoral di Fakulti Adab Universiti Ain Shams, 1990 M.
33.             al-Shirw~\‚, Idr‚s. Dir~sah Kit~b IŒh~r al-Kam~l. Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M.
34.             al-Suyƒ\‚, Jal~l al-D‚n `Abd al-Raˆman. ™usnu al-Maq‰ad f‚ `Amal al-Mawlid. ed.: Mu‰\af~ `Abd al-Q~d‚r `A\~. Beirut: D~r al-Kutub al-`Alamiyyah, 1985 M.
35.             al-Tarmas‚, Muˆammad MaˆfƒŒ. ™~shiyah al-Tarmas‚ ala al-Manhaj al-Qaw‚m. ed.: Lajnah `Ilmiyyah. Jeddah: D~r al-Minh~j, 2011 M.
36.             al-Tuh~m‚, Ibr~h‚m. Juƒd Ulam~` al-Maghrib f‚ al-Dif~` `an `Aq‚dah `Ahl al-Sunnah. Beirut: Mu`assasah al-Ris~lah, 2012 M.
37.             al-Wanshar‚s‚, Aˆmad bin Yaˆy~. al-Mi`y~r al-Mu`rib. ed.: Dr. Muˆammad ™aj‚. Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 1981 M.
38.             Watt, W. Montgomery. Islamic Philosophy and Theology. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985 M.



[1] Abdul Rahman Haji Abdullah,  Pemikiran Umat Islam di Nusantara Sejarah dan Perkembangannya Hingga Akhir Abad ke 19 (Kuala Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka, 1990 M), 40.
[2] Abu Bakar Acheh, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo: Ramadhani, 1993 M), 415.
[3] Ra`ƒf Shalb‚, al-`Islam f‚ Arkhab‚l al-Mal~yƒ (Kuwait: D~r al-Qalm, t.t.), 77.
[4] Muˆyi al-D‚n `Abd al-^amad, al-™ujaj al-Qa\`iyyah f‚ ^iˆˆah al-Mu`taqad~t wa al-`amaliyy~t al-Nah‡iyyah (Surabaya: Khalista, 2007 M), m.
[5] Ibid., n.
[6] W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985 M), 112; Ibr~h‚m al-Tuh~m‚, Juƒd Ulam~` al-Maghrib f‚ al-Dif~` `an `Aq‚dah `Ahl al-Sunnah (Beirut: Mu`assasah al-Ris~lah, 2012 M), 19.
[7] Istilah ini telah dipakai oleh salah seorang ulama besar asal Padang yang lahir dan menetap di Mekkah, yaitu Shaykh Muhammad Yasin al-Fad~n‚ (w. 1990 M). Lihat: Muˆammad Mukht~r al-D‚n al-Falimb~n‚, Bulƒgh al-`Am~n‚ (Jeddah: D~r al-Qutaybah, 1988 M), 163.
[8] Contohnya, Imam Ibn Ba\u\ah (w. 1377 M) mengunakan istilah ini walaupun sebenarnya beliau menziarahi Kerajaan Islam Acheh yang berada di Sumatra. Lihat: Muˆammad bin `Abdillah al-Ma`rƒf bi Ibn Ba\ƒ\ah, Riˆlah Ibn Ba\u\ah, ed.: Prof. Dr. `Abd al-H~d‚ al-T~z‚ (Rabat: Ma\bƒ`~t `Ak~d‚m‚yyah al-Mamlakah al-Maghribiyyah, 1997 M), 4/113.
[9] Asas ini terkenal dengan sebuah nazam yang didendangkan oleh ulama Universiti Qarawiyyin (universiti tertua dunia) terkenal yang bernama Imam Ibn `>sy‚r (w. 1040 H): [في عقد الأشعري وفقه مالك # وفي طريق الجنيد السالك] (terjemaha: Pada akidah Asy'ari dan fiqh Maliki, dan pada jalan Imam Junayd dalam bertasawuf). Lihat: `Abd al-Raˆman bin `>sy‚r al-F~s‚, al-Murshid al-Mu`‚n (Cairo: D~r al-Fa‡‚lah, 2005 M), no. 5.
[10] Istilah ini kadang kala terkenal sebagai pengikut pemikiran-pemikiran Rashid al-Ri‡~ (w. 1935 M) dan gurunya Muˆammad `Abduh (w. 1905 M).
[11] Semisal padangan ini terdapat di dalam beberapa buku kelompok ini semisal: Afrokhi Abdul Ghoni, Buku Putih Kyai NU (Surabaya: Laa Tasyuk Press, 2010 M).
[12] Al-`Aˆz~b: 56.
[13] Sahih Bukhari no. 6461.
[14] Aˆmad bin ™ajar al-`Asqal~n‚, Fatˆ al-B~r‚ Sharˆ ^aˆ‚ˆ al-Bukh~r‚ (Cairo: D~r al-™ad‚th, 2004 M), 11/336.
[15] Pembahasan tawassul akan dijelaskan nanti pada pembahasan ziarah kubur, tawassul dan istighasah secara ringkas.
[16] Muˆammad Zak‚ `Ibr~h‚m, Fiqh al-^alaw~t wa al-Mad~`iˆ al-Nabawiyyah (Cairo: al-`Ash‚rah al-Muˆammadiyyah, 2011 M), 33.
[17] Ibid. 29.
[18] Muˆammad bin Idr‚s al-Sh~fi`‚, al-Ris~lah, ed.: Aˆmad Sh~kir (Beirut: D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.t.), 16.
[19] Muˆammad MaˆfƒŒ al-Tarmas‚, ™~shiyah al-Tarmas‚ ala al-Manhaj al-Qaw‚m, ed.: Lajnah `Ilmiyyah (Jeddah: D~r al-Minh~j, 2011 M), 3/91.
[20] Untuk mengetahui hujjah beliau, dapatlah dilihat dalam kitab beliau: Aˆmad bin Muˆammad bin al-^idd‚q al-Ghum~r‚, Tashn‚f al-Adh~n bi Adillati Istiˆb~b al-Siy~dah `Inda Ismihi fi al-^al~t wa al-Iq~mah wa al-Adh~n, ed.: Dr. `Al‚ Jum`ah Muˆammad (Cairo: D~r Jaw~mi` al-Kalim, 2002 M).
[21] Yaˆy~ bin Sharaf al-Nawaw‚, al-Tiby~n f‚ >d~b ™amlati al-Qur`~n, ed.: Muˆammad al-™ajj~r (Beirut: D~r Ibn ™azm, 1996 M), 101.
[22] Sahih Muslim no. 7028.
[23] Aˆmad bin Yaˆy~ al-Wanshar‚s‚, al-Mi`y~r al-Mu`rib, ed.: Dr. Muˆammad ™aj‚ (Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 1981 M), 11/112.
[24] Perkara ini dikukuhkan juga oleh Imam Abƒ ™~mid Muˆammad al-`Arab‚ bin Yƒsuf al-F~s‚ al-Fihr‚, Mir`~t al-Maˆ~sin, ed.: Dr. Muˆammad ™amzah bin `Al‚ al-Kitt~n‚ (Casablanca: Markaz al-Tur~th al-Thaq~f‚ al-Maghrib‚, 2008 M), 203.
[25] `Abd al-^amad, al-™ujaj, 164.
[26] Muˆammad al-Mahdi bin Muˆammad al-™assan‚ al-Wazz~n‚ al-F~s‚, Taqy‚d f‚ Jaw~z Tashy‚` al-Jan~zah bi al-Hailalah wa al-Zikr wa Raf`I al-^awt bihim~, ed.: Hish~m bin Muˆammad ™ayjar al-™assan‚ (Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thah, 2011 M), 49.
[27] Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara (Surabaya: al-Ikhlas, 1930 M), 10.
[28] `Alaw‚ `Abd al-Raˆman Shih~b, al-Ta‰awwuf al-`Isl~m‚ wa |Atharuhu f‚ al-Ta‰awwuf al-|Indƒn‚s‚ al-Mu~‰ir (Risalah Doktoral di Fakulti Adab Universiti Ain Shams, 1990 M), 203.
[29] Sulaym~n bin `Ibr~h‚m al-B~rƒˆ‚, al-œuruq al-^ƒfiyyah f‚ M~l‚ziy~ (Seremban: Majlis Fatwa Negeri Sembilan, 2002 M), 203.
[30] Ibid. 413-415.
[31] Ibid. 411.
[32] Ibid. 263.
[33] Untuk mengetahui lebih lanjut sila lihat di: http://seg.edu.my
[34] Lajnah Bahtsul Masail NU, Ahkamul Fuqoha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar Munas dan Konbes NU 1926-2010, (Surabaya: Khalista, 2011 M), 55.
[35] Jam~`ah min al-As~tizah, al-œar‚qah al-Q~diriyyah al-Bƒdsh‚shiyyah (Casablanca: D~r al-Rash~d al-™ad‚thiyyah, 2009 M), 16.
[36] Hadis ini diriwayatkan Imam Abƒ D~wud dan al-Bayhaq‚ di dalam Dal~|il al-Nubuwwah. Lihat: Mishk~t al-Ma‰~b‚ˆ, no. 5942; `Abd al-^amad, al-™ujaj, 136-137.
[37] Muˆammad bin Muˆammad al-Kh~dim‚, al-Bar‚qah al-Maˆmƒdiyyah (Beirut: D~r Ihy~| al-Kutub al-`Arabiyyah, t.t.), 3/205.
[38] `Abd al-Ilah al-`Arfaj, Mafhƒm al-Bid`ah wa Atharuhu f‚ I‡\ir~b al-Fat~w~ al-Mu`~‰irah (Amman: D~r al-Fatˆ, 2012 M), 246.
[39] Ibid., 242.
[40] Muˆammad Nawaw‚ bin `Umar al-J~w‚, Nih~yah al-Zayn, ed.: `Abdullah Maˆmƒd Muˆammad `Umar (Beirut: D~r al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2002 M), 275.
[41] Muˆammad al-œ~hir Ibn `Ashƒr, Qi‰ah al-Mawlid, ed.: Dr. Muˆammad ^al~ˆ al-D‚n al-Mist~w‚ (t.t.: t.p, t.t.), tidak disebutkan halaman. Akan tetapi pembaca boleh merujuk di website Dr. Muˆammad ^al~ˆ al-D‚n al-Mist~w‚: http://www.mestaoui.tn.
[42] Muˆammad bin `Alaw‚ al-M~lik‚, ™awl al-Iˆtif~l bi Zikr~ al-Mawlid al-Nabaw‚ (Beirut: al-Maktabah al-`A‰riyyah, 2010 M), 11-12.
[43] Sahih Muslim no. 2804.
[44] `Al‚ Jum`ah, al-Mutashadidƒn (Cairo: D~r al-Muqa\\am, 2012 M), 101.
[45] Jal~l al-D‚n `Abd al-Raˆman al-Suyƒ\‚, ™usnu al-Maq‰ad f‚ `Amal al-Mawlid, ed.: Mu‰\af~ `Abd al-Q~d‚r `A\~ (Beirut: D~r al-Kutub al-`Alamiyyah, 1985 M), 53.
[46] Aˆmad bin al-™usayn al-Bayhaq‚, Man~qib al-Sh~fi`‚, ed.: al-Sayyid Aˆmad ^aqar (Cairo: Maktabah D~r al-Tur~th, 1970 M), 1/469.
[47] al-`Arfaj, Mafhƒm, 359-361.
[48] al-`Arfaj, Mafhƒm, 366-367..
[49] Sunan al-TarmiŒ‚ no 974.
[50] Muˆammad bin Ja`far al-Kitt~n‚, Salwah al-Anf~s wa Muˆ~dathah al-Aky~s, ed.: ™amzah bin Muˆammad al-Kitt~n‚ (Casablanca: D~r al-Thaq~fah, 2004 M), 1/63.
[51] Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ, Kashf al-Sutƒr `Amm~ Ashkala min Aˆk~m al-Qubƒr (Cairo: al-Maktabah al-Azhariyyah, 1429 H), 191.
[52] al-Kitt~n‚, Salwah, 1/28-29.
[53] Mu‰annaf Ibn Ab‚ Shaybah no. 32665; Dal~|il al-Nubuwwah no. 2974.
[54] Maˆmƒd Sa`‚d Muˆammad Mamdƒˆ, Raf`u al-Man~rah li Takhr‚j al-Aˆ~d‚th al-Tawassul wa al-Ziy~rah (Cairo: al-Maktabah al-Azhariyyah, 2006 M), 262.
[55] `Abd al-^amad, al-™ujaj, 16.
[56] Idr‚s al-Shirw~\‚, Dir~sah Kit~b IŒh~r al-Kam~l (Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M), 1/55.
[57] Ibid., 58.
[58] `Abb~s bin Ibr~h‚m al-Mur~kush‚, IŒh~r al-Kam~l f‚ Tatm‚m Man~qib Sab`ah Rij~l, ed.: Dr. Idr‚s al-Shirw~\‚ (Rabat: Wiz~rah al-Awq~f, 2013 M), 1/229.
[59] `Abdullah bin al-^idd‚q al-Ghum~r‚, al-I`l~m bi anna al-Ta‰awwuf min Shar‚`ati al-Isl~m, ed.: œ~riq al-`Alam‚ (Oujda: Markaz al-Im~m al-Junayd, 2014 M), 93.

No comments: