Wednesday, August 25, 2010

Kenapa Kami Orang Kaum Sunni Perlu Counter Wahabi

Sejak 2 tahun ini, ana sememangnya banyak belajar satu hal dalam pergaulan beragama, yaitu bertasamuh atau toleransi. Isu antara Asyariyyah dan Wahabi sememangnya masih hangat diperdebatkan kerana pertembungan anatara dua aliran ini masih sangat memberi impak yang dasyat terhadap retorika maupun pegangan hidup umat Islam. Oleh kerana itu, posisi tasamuh yang menjadi dilema ana adalah antara nak jadi orang yang kuat mengcounter Wahabi, atau memilih untuk berdiam diri kerana "Iyakan masalah Khilafiyah - So what!".

Walau bagaimanapun, ana dalam dua tahun ini, sedikit menerima wacana yang diberikan oleh JAKIM, yaitu pendekatan untuk tidak menjadi dalang atau bagian dalam memecah-belahkan umat Islam. Dalam arti, janganlah kita bergaduh antara ustaz dan ustaz. Ya itu adalah pegangan banyak sarjana Islam di Timur Tengah seperti Wahbah al-Zuhayli dan lain2. Tapi di satu sisi, kita harus menghormati apa yang dinamakan Ilmiah. Ketika golongan Sunni Asyairoh berbicara sebuah yang ilmiah, maka itulah kita pegang. Begitu juga sebaliknya.

Hanya saja, dalam 5 bulan akhir-akhir ini, terjadi pergolakan dalam hati ana, di mana, ana menilai, ada alasan kuat mengapa munculnya aliran yang menghabiskan umur mereka untuk mengcounter Wahabi. Sebab apa, ketika Wahabi hanya berprinsip bahwa masalah tawassul, hadiah pahala amal kepada si mati, melafazkan niat, rakaat terawih, perayaan maulid, zikir berjamaah, aliran sufi/tarikat, tabarruk, dan lain-lain adalah masalah khilafiyyah yang tidak perlu digembar-gemborkan apalagi menjadikan ia sebuah isu yang berusaha memberi wacana bahwa ia adalah sebuah perkara yang jijik dan kotor lagi bid'ah @ sesat malah dapat membawa kepada kafir, MAKA TENTUNYA ANA AKAN AKUR DENGAN MEREKA.

Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah sebaliknya, Wahabi modern sekarang adalah orang yang pertama membangkitkan isu-isu khilafiyah ini. Bahkan teringat ana, ketika ana masih di tingakat satu berada di sebuah sekolah yang memiliki pemahaman Wahabi, yaitu Sekolah Kiblah. Sewaktu ana di sekolah tersebut, secara sepontan kami diajarkan bahwa tawassul adalah haram dan pelaku tawassul jatuh kafir. Ana masih ingat ketika ana ditolak habis-habisan kerana mengamalkan wiridan tarikat di sewaktu masih bersekolah asrama penuh di sekolah tersebut.

Sesuatu yang mengherankan adalah, ketika Wahabi sedang kuat dan didukung oleh orang-orang yang kuat juga, mererka berani memvonis bid'ah banyak perkara bahkan sampai takfir. Akan tetapi, ketika mereka sedang dicounter oleh banyak ulama Sunni yang mulai bangkit, dan tatkala itu ajaran mereka terancam, barulah mereka kata bahwa isu tawassul dan lain-lain adalah hanya masalah khilafiyyah yang tidak perlu dibahas dan ia adalah isu yang sensitif. Alangkah liciknya mereka.

Melihat kenyataan yang terjadi ini, lebih-lebih lagi di Negara Tanah Airku Malaysia, maaflah ustaz-ustaz JAKIM yang mengajarkan ana untuk tidak mengikuti mana-mana pihak dan yang penting menjaga ukhwah; Kerana ana sudah muak dengan toleransi yang ana berikan terhadap mereka Wahabi. Ana terpaksa mengcounter Wahabi dan kebatilan mereka pada artikel kali ini, dan sedikit memberi pemikiran yang segar kepada murid-murid ana di Indonesia maupun yang berada di Malaysia.

Ana memberi contoh kepada ustaz-ustaz JAKIM yang ana hormati, lihatlah mereka Wahabi sendiri menulis buku yang terlihat sangat ilmiah, akan tetapi pada dasarnya hanya memberi pandangan dari puak Wahabi tanpa menilai dengan cara yang seimbang dan bersikap terbuka terhadap isu khilaf. Sila baca buku berjudul: SUNNAH DAN BIDAAH DALAM AMALAN ORANG MELAYU. Masih Fresh lagi.



Contoh isu yang ana tolak pendapatnya dan pendapat tersebut merupakan pendapat yang bersifat batu api adalah masalah talaffuz bi al-niat yang sememangnya sudah habis dibahas oleh ulama suatu ketika dahulu. Contoh kesalahan besar oleh penulis tersebut ada di halaman 33 di mana dia mengatakan belajar niat sepert "‘أصلي فرض الظهر...." adalah hanya untuk belajar bukan praktik melafazkan niat. Sehingga muncullah bid'ah di masyarakat melayu. Ini adalah sebuah tuduhan yang kurang ajar dan tidak berdasar. Apalagi hujjah yang dipakai lagi-lagi sangat cetek yaitu mengatakan bahwa menurut Imam Nawawi kalau melafazkan tapi tidak meletakkan niat dalam hati maka niat tidak sah berdasarkan ijmak. Penulis sebegini seharusnya mengaji dulu betul-betul ilmu furu'. alasan mengapa tidak jadi adalah sebab tempat niat berada di dalam hati. kalau lafaz tak letak dalam hati maka tidak sah. Tapi tidak ada sedikit pun pernyataan Imam Nawawi bahwa melafazkan niat adalah bid'ah malah sesat. Juga nukilan Imam Nawawi tidak sedikitpun mendukung pendapat penulis buku tersebut

Ana sudah habis membahas masalah niat ini dalam sebuah bab kecil khusus dalam thesis ana. Sememangnya, 4 mazhab Fiqh tidak melarang melafazkan niat. bahkan sunnat menurut mazhab Syafi'i kerana demi mengukuhkan. Sedangkan mazhab Maliki yang membid'ahkan tidak sampai memvonis dosa, tapi cuma khilaf aula bahkan menjadi sunnat bagi orang yang was-was. Pendapat ini hampir sama dengan mazhab Hanafi. Bahkan mazhab yang dianut oleh Ibn Taimiyyah sendiri yaitu mazhab Hanbali berpendapat talaffuz niat adalah sunnah dengan cara sirri yaitu tidak sampai didengar orang lain. Maka Claim penulis buku tersebut sangatlah terpesong oleh sebab kurangnya pengajian ilmu-ilmu khilaf. Lihatlah thesis ana yang berjudul "قاعدة الأصل في العبادة الحظر - دراسة تأصيلية وتطبيقية مقارنة بين المذاهب الأربعة" (Kaedah Asal dalam Ibadah adalah Terlarang - Sebuah Kajian Keorisinalitas dan Penerapannya yang Dibandingkan antara Empat Mazhab).

Selain masalah isu talaffuz niat, termasuk yang perlu ditolak oleh JAKIM bahkan harus dilarang penjualannya adalah masalah tawassul. Salah satu qoute yang perlu ana paparkan adalah: "Bertawassul dengan orang yang telah mati atau orang yang ghaib. Tawassul ini tidak diharuskan oleh syarak kerana boleh membawa syirik dan memuja berpunca daripada tariqah sufiyyah, fahaman animisme atau pengaruh umat terdahulu" (Halaman: 135). Ungkapan ini seolah-olah menuduh dan memberi imej buruk kepada tarikat-tarikat sufi. Apalagi isu tawassul seperti yang telah ana katakan sebelum ini, bahkan oleh banyak sarjanawan-sarjanawan yang unggul bahwa isu tawassul sudah selesai dan iya masalah khilaf.

Kesimpulan dari tulisan ini, ana hanya ingin mengungkapkan kepada pembaca, bahwa kenapa munculnya golongan yang sangat kuat mengcounter Wahabi, seperti Yayasan Sofa, Ust. Zamihan, Blog Jomfaham, dan lain-lain adalah sebab ulah orang Wahabi sendiri.

Friday, August 20, 2010

Selamat! Web Site Pondok Kencong Baru Dilancarkan!!

Dalam kesempatan yang sempit ini, ana mengucapkan Selamat kepada Pondok Ku yang tercinta...Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Kencong, Kepung Kediri, atas dilancarkannya websitenya...semoga dengan lantaran teknologi informatika yg terkini dapat mengembangkan dakwah, memajukan pesantren, dan memberikan info sebaik mungkin kepada semua umat Islam...Amin..

Sila kunjungi alamat: www.kencong.org

Sunday, August 15, 2010

Syabas Indonesia dan Terutama NU

Dalam kesempatan yang sempit ini, saya menyempatkan diri untuk mengucapkan syabas kepada Indonesia disebabkan oleh Presiden Indonesia SBY telah mendapat tingkatan ke 9 dari 500 orang muslim yang paling berpengaruh di dunia. Dan terutama kepada Nahdlatul Ulama. Alhamdulillah, KH Said Aqil Siradj yang dalam tanda petik "Alumni Pondok Pesantren Tradisional Lirboyo" adalah termasuk dari TOP 50. Beliau mendapat urutan ke 19. Ya temen2 lirboyo patut bangga dengan ini. Yang menariknya, Muhammadiyyah yang selalu menang dalam promosi atau suara pers di Indonesia maupun internasional, maka dalam hal ini, Din Syamsudin (ketua Muhammadiyah) mendapat urutan ke 39 jauh di bawah NU. Well, saya tak nak banyak comment, but sila lihat sendiri nukilan ini:

500 Most Influential Muslims

Thursday, August 12, 2010

Kaidah "Asal dalam Ibadah adalah Dilarang" - Kajian Keorisinalitas, Penerapan dan Perbandingan Empat Mazhab

Kaidah fiqh merupakan alat untuk menetapkan hukum fiqh. Salah satu kaidah yang terkenal adalah “Asal Ibadah adalah Dilarang”. Makna kaidah ini; semua ibadah dilarang kecuali ada dalil yang menunjukkan keabsahan ibadah tersebut. Akan tetapi, kaidah ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab kaidah fiqh yang masyhur. Walau bagaimanapun kaidah ini sering digunakan untuk membid’ahkan ibadah-ibadah yang terjadi khilâf ulama seperti melafazkan niat, solat hajat, solat tasbih dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keorisinalitas kaidah ini dan penerapannya pada cabang-cabang fiqh menurut mazhab empat yang mana dengan cara ini dapat membuka rahsia keutamaannya, batasan menerapkannya dan posisinya di antara kaidah-kaidah fiqh yang masyhur. Untuk itu, maka perlulah dikaji cabang-cabang fiqh empat mazhab dan dibandingkan antara satu dengan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan ibadah yang masuk dan sah diterapkan dalam kaidah ini adalah hanya ibadah-ibadah yang ta’abudi yaitu ibadah yang tidak dapat dirasiokan filsafatnya. Sedangkan ibadah yang bukan ta’abudi tidak diterapkan. Dengan diterapkannya kaidah ini, maka hukum ibadah tersebut haram kecuali ada dalil. Sedangkan ibadah yang tidak diterapkan kaidah ini maka diperbolehkan mengamalkannya. Hasil perbandingan penerapan kaidah ini menurut empat mazhab terklasifikasi menjadi empat jenis ibadah: 1) Ibadah yang ta’abudi dan tidak terdapat dalil khusus juga umum yang menunjukkan lain, ulama sepakat diterapkannya kaidah ini sehingga hukum ibadah tersebut haram; 2) Ibadah yang diajarkan caranya oleh Rasulullah akan tetapi ulama khilâf dalam ta’abudinya maka menurut Hanafi dan Syafi’i ia tidak diterapkan. Maliki dan Hanbali menerapkannya; 3) Ibadah yang tidak berdasarkan dalil khusus akan tetapi ulama menyandarkannya pada dalil umum ia tidak diterapkan empat mazhab kecuali Ibn Taimiyyah dan yang mengikutinya; 4) Ibadah yang didasari dalil yang lemah; ulama sepakat tidak menerapkannya selagi dalam lingkup fadlâ`il al-`A’mâl. Ini menunjukkan bahwa kaidah ini benar wujud dikalangan fiqh empat mazhab walaupun terjadi khilâf. Sebaiknya kata yang benar bagi kaidah ini adalah “Asal Ibadah yang Ta’abudi adalah Dilarang”.



-->
القاعدة الفقهية نوع من أنواع أداة الاستنباط للأحكام الفقهية. ومن القواعد المشهورة قاعدة "الأصل في العبادة الحظر". ومعنى هذه القاعدة أن كل العبادات محظور إلا بعد ورود النص يدل على صحتها. ولكن هذه القاعدة لم توجد في كتب القواعد الفقهية المشهورة. ومن وجه أخر هذه القاعدة تستعمل لتبديع العبادات المختلف فيها عند العلماء كالتلفظ بالنية وصلاة الحاجة وصلاة التسابيح وغيرها.
وهذه الدراسة تهدف إلى معرفة تأصيل هذه القاعدة وتطبيقها في الفروع الفقهية عند المذاهب الأربعة التي تنكشف من خلال ذلك أهميتها وضوابط العمل بها ومكانتها بين القواعد الفقهية المشهورة الأخرى في ساحة الفقه الإسلامي. بناء على هذا فيجب أن تُطَبِّقَ بالفروع الفقهية من المذاهب الأربعة وتقارَن بينها.
وحاصل الدراسة يدل على أن العبادات التي تندرج تحت القاعدة ويصح تطبيقها عليها إنما هي العبادات التعبدية غير معقولة المعنى. وأما العبادات المعقولة المعنى فلا تطبق هذه القاعدة. ومعنى هذا أن العبادات التعبدية التي تطبّق لهذه القاعدة محظورةٌ إلا بعد ورود النص يدل على صحتها. وأما العبادات غير التعبدية التي لم تطبّقْ لهذه القاعدة ليس بمحظورة. وأما نتيجة مقارنة تطبيق هذه القاعدة فانقسم إلى أربعة أقسام: 1) العبادة التعبدية التي ليس فيها دليل خاص ولا عام على خلاف ذلك فاتفقوا على تطبيق هذه القاعدة، فهذه العبادة حرام كصلاة الرغائب. 2) العبادة التوقيفية التي لها كيفيتها الظاهرة من الشارع ولكن اختلفت المذاهب في صفة التعبد فيها فهي خلاف بين المذاهب. فالمالكية والحنابلة فيطبقون هذه القاعدة لها. وأما الحنفية والشافعية فاختاروا على عدم التطبيق لها. 3) العبادة التي ليس فيها دليل خاص لكن استند بعض المذاهب إلى دليل عام فاتفق العلماء من المذاهب الأربعة على عدم التطبيق لها إلا ابن تيمية من الحنابلة ومن تبعه. 4) العبادة المدللة بالنصوص الضعيفة، فاتفق العلماء من المذاهب الأربعة على عدم التطبيق لها ما دامت في فضائل الأعمال. بناء على ذلك فقاعدة "الأصل في العبادة الحظر" معتبرة شرعا. ولكن الأحسن في نظر الباحث أن تعتبر هذه القاعدة بلفظ "الأصل في العبادة التعبدية الحظر". والله أعلم.