Sunday, February 7, 2010

Pesan KH Thoifur Mawardi kepada Penulis dalam Pertemuan 5/2/2010

Ana terpaksa pergi ke Purworejo untuk mengurus sesuatu. Dalam hal ini juga, tentunya bertemu dengan KH Thoifur Mawardi (murid generasi awal Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki). Berbagai diskusi dan ilmu yang ana dapatkan dari beliau walaupun pertemuan hanya 1 hari. Salah satu yang paling berharga dan perlu ana sebarkan kepada orang ramai – terutama alumni dan anak murid alumni Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki – adalah untuk tidak sekali-kali mengikuti politik maupun hanya menjadi tim suksesnya. Ini bukan karena beranggapan bahwa politik dan Islam harus berpisah. Ini dikarenakan politik di zaman sekarang tidak lain adalah kepentingan yang mengikuti hawa nafsu. Beliau berpendapat dengan beberapa alasan. Salah satu yang kuat adalah wasiat dari Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki yang sempat ana fotocopy. Wasiat ini terkumpul di dalam sebuah risalah yang tertulis “Taushiyah Maha Guru أبوي السيد محمد بن علوي المالكي الحسني ”. Risalah ini adalah risalah pertemuan ke XVII alumni 27 Shafar 1429 H / 5 Maret 2008 M di Daaru Inat, Mega Mendung, Bogor, Indonesia.

Adapun sepotong ibarat dari wasiat yang langsung membahas permasalahan ini adalah sebagai berikut:
وأوصيكم بالإتحاد والتحابب في الله وتعالى والإبتعاد عن الخلاف وعدم الإختلاف والتفرق أو التعصب للمذاهب الفقهية أو الأحزاب السياسية ، فكل ذلك مما يسبب السخط من الله سبحانه وتعالى ويفرح به الشيطان ، ويسر به أعداء الرحمن ، ويجر إلى الخسارة والخذلان ، وقد يسوّل الشيطان للإنسان بأن ذلك في سبيل الله ولأجل خدمة الدين والمجتمع وهو كذب وزور وباطل وغرور ، ولم يكن أبدا باب التعصب والهوى والتفرق والإختلاف وسيلة إلى رضا الله سبحانه وتعالى.

Terjemahan: Aku berwasiat kepada kamu semua untuk bersatu dan saling mencintai Allah Ta’ala. Menjauh dari perselisihan dan tidak ada perbedaan. Menjadi pecah-belah atau ta’ashub karena/terhadap mazhab-mazhab fiqh atau parti-parti politik. Maka semua perkara ini adalah dari perkara yang menjadi sebab marahnya Allah SWT dan senangnya syaitan oleh sebab perkara-perkara ini, dan sukanya musuh-musuh Allah. Ia juga menarik kepada kerugian. Syaithan benar-benar membujuk manusia untuk mengatakan perkara-perkara ini adalah di jalan Allah, dan untuk berkhidmat kepada agama dan sosial. Padahal ini adalah penipuan dan batil. Tidak akan selama-lamanya bab ta’ashub, hawa nafsu, perpecahan dan perbedaan sebagai jalan menuju ridha Allah SWT.

Dari sini Sayyid Muhammad menyerukan untuk menjauhi dari politik dan ta’ashub padanya. Ini dikarenakan politik di zaman sekarang membawa kepada perpecahan dan tidak lain merupakan hawa nafsu. Dan perkara ini sama sekali tidak akan menjadi jalan kepada ridha Allah SWT.

Gambarannya; bagaimana politik tidak menjadi bagian dari hawa nafsu, sedangkan yang dicari adalah kekuasaan? Walaupun kyai-kyai ada yang tidak mencalonkan, tapi hanya sebagai tim sukses, ini juga tidak lain adalah bagian dari hawa nafsu melihat dari manfaat yang diharapkan. Belum lagi ketika kalah berbagai kekecewaan dan perpecahan yang akan berlaku. Ini terbukti ketika kyai-kyai atau tok guru mulai masuk politik, berbagai perpecahan yang berlaku dan fitnah yang muncul seperti nasib organisasi Islam yaitu NU.

KH. Thoifur mengeluarkan sebuah hadis dari Sunan Ibn Majah sebagai berikut:
لَوْ أَنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ صَانُوا الْعِلْمَ وَوَضَعُوهُ عِنْدَ أَهْلِهِ لَسَادُوا بِهِ أَهْلَ زَمَانِهِمْ وَلَكِنَّهُمْ بَذَلُوهُ لِأَهْلِ الدُّنْيَا لِيَنَالُوا بِهِ مِنْ دُنْيَاهُمْ فَهَانُوا عَلَيْهِمْ.
Terjemahan: Seumpama ahli ilmu menjaga ilmu dan meletaknya pada ahlinya maka ahli ilmu mengulurkan ilmu kepada ahli zamannya. Akan tetapi mereka membazir ilmu kepada ahli dunia untuk mengharapkan dengan ilmu tersebut mendapat keduniaan ahli dunia. Maka terhinalah ahli ilmu atas sebab mereka.

Pesan ana kepada pembaca; jika anda adalah seorang ustaz atau ulama, haruslah menjauhkan diri dari politik. Tapi ini bukan berarti kita tidak boleh berkomentar tentang fenomena pemerintahan. Tentunya tempat ulama adalah menegur politisi yang salah, dan juga menuntut keadilan seperti menuntut untuk menutup tempat-tempat maksiat, dan lain-lain. So basically, janganlah salahkan ana dan mengatakan ana sebagai orang yang tidak berpendirian ketika ana menolak UMNO dan PAS. Ini tidak lain, ana memang anti politik. Tapi bukan berarti politik itu tidak boleh ada. Politik fardhu kifayah karena ia adalah konsep nashb al-Imamah. Tapi ulama harus menjauhinya karena fitnah yang akan muncul lebih besar dan tentunya akan menyebabkan perpecahan dikalangan ulama. Tulisan ini juga menyerukan kepada kyai-kyai Jawa untuk sadar dan katakan tidak pada politik.